Home >> >>
Akademisi: Rekonsiliasi Nasional Bukan Bagi-Bagi Kursi
Jumat , 18 Jul 2014, 17:25 WIB
Rakhmawaty La'lang/Republika
Prabowo Subianto dan Joko Widodo saling berpelukan jelang debat capres putaran final di Jakarta, Sabtu (5/7).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Rencana calon presiden nomor urut dua Joko Widodo (Jokowi) mengambil inisiatif untuk melaksanakan rekonsiliasi nasional dinilai sebagai langkah positif. Inisiatif ini merupakan antisipasi atas keterbelahan masyarakat.

"Hawa panas seperti sekarang ini memang harus diredakan, mulai dari menahan diri untuk tidak mengapi-apikan suasana atas hitungan sementara KPU, mengintervensi C1, DA1, DB1, dan lainnya," kata akademisi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Banten, Leo Agustino, Jumat (18/7).

Leo menilai, inisiatif rekonsiliasi nasional yang digagas oleh Jokowi menjadi hal penting bagi lanskap politik Indonesia setelah penetapan KPU pada 22 Juli.

Pertama, kata dia, selepas real count KPU sejatinya tidak ada lagi ruang bagi perbedaan yang destruktif. "Kita harus sudah menggeser cara berpikir saling menjatuhkan menjadi cara berpikir yang saling bahu-membahu guna pembangunan bangsa dan negara," kata Leo.

Leo berharap energi yang ada di tengah-tengah masyarakat jangan dijadikan energi yang negatif. "Ini karena masih banyak hal yang harus kita lakukan, terutama untuk menghadapi tantanan zaman ke depan."

Kedua, lanjut dia, ketegangan di akar rumput dapat padam jika ketegangan di level elite bisa diselesaikan. Dalam arti kata lain, ujarnya, kelapangan hati elite nasional untuk menerima kekalahan dari kandidat lain merupakan solusi bagi penyelesaian ketegangan di tingkat elite tersebut.

Oleh sebab itu, kata Leo, keberanian berkompetisi dalam pilpres harus juga diimbangi dengan keberanian untuk menerima kekalahan. "Dengan cara inilah ketegangan di tingkat grass root bisa disudahi," ujarnya.

Ketiga, kata Leo, pengalaman dan sejarah politik mengajarkan bahwa kemajuan suatu bangsa dan negara tidak pernah berlaku jika didasarkan pada kebencian dan sikap saling tidak percaya. Karena itulah, lanjutnya, untuk membangun persatuan dan kesatuan bangsa, rekonsiliasi nasional bisa menjadi jalan keluar terbaik bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Namun, menurut Leo, rekonsiliasi nasional yang hendaki bukanlah rekonsiliasi dengan cara bagi-bagi kekuasaan seperti membagi kursi menteri, BUMN, duta besar, atau lainnya kepada lawan politik yang selama ini bersaing dengan kubu Jokowi-JK. "Jika ini yang terjadi, maka gagasan awal Jokowi-JK telah mengotori cita-cita awal beliau," katanya.

Redaktur : Muhammad Fakhruddin
  Isi Komentar Anda
Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan redaksi republika.co.id. Redaksi berhak mengubah atau menghapus kata-kata yang tidak etis, kasar, berbau fitnah dan pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan. Setiap komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengirim.

Republika.co.id berhak untuk memberi peringatan dan atau menutup akses bagi pembaca yang melanggar ketentuan ini.
avatar
Login sebagai:
Komentar