Home >> >>
Saksi Jokowi Persoalkan Pemilih Khusus Tambahan
Selasa , 12 Aug 2014, 09:32 WIB
ap
Joko Widodo (Jokowi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb) selama ini menjadi sorotan saksi dari pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Persoalan DPKTb ini yang menjadi salah satu materi gugatan pasangan nomor urut 1 itu dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK).

Hanya saja persoalan data pemilih dalam DPKTb itu juga ternyata mendapat sorotan saksi pasangan capres-cawapres Joko Widodo-Jusuf Kalla. Saksi pasangan nomor urut 2 di tingkat PPK Pasar Rebo Yohannes Kristovel menerangkan itu saat memberikan keterangan dalam sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden/Wakil Presiden di MK, Senin (11/8).

Saat proses rekapitulasi di tingkat kecamatan, ia meminta adanya pembukaan kotak suara. "Karena alasannya DPKTb-nya itu terlalu tinggi," kata dia.

Yohannes merujuk pada DPKTb di TPS 27 Kampung Baru. Ia menyebut ada 65 pemilih dalam DPKTb. Atas keberatan yang disampaikan, ia mengatakan, PPK mengabulkan untuk pembukaan kotak suara. Namun setelah pembukaan, ia mengatakan, prosesnya tidak berlangsung sampai tuntas. "Tidak diteruskan karena menurut PPK, dalam rapat di PPK, sudah cukup begitu, juga dengan Panwas karena menurut surat edaran tidak diperkenankan," kata dia.

Dengan adanya pembukaan kotak suara, Yohannes melihat memang ada persoalan. Meskipun, ia menyebut, persoalan itu tidak tuntas. Ia mengatakan, setelah dilakukan kroscek data, ada lima pemilih yang seharusnya menyertakan surat keterangan domisili (PM1). Namun saat proses, menurut dia, baru dua yang ditemukan menggunakan PM1. Sementara sisanya ia tidak mengetahui karena prosesnya tidak tuntas.

Hasil perolehan suara di TPS tersebut menunjukkan pasangan Prabowo-Hatta meraih 534 suara. Sementara pasangan Jokowi-JK meraih 20 suara. Yohannes mengatakan, saksi pasangan nomor urut 2 memang menyetujui hasil rekapitulasi penghitungan suara tersebut. Namun, tetap menyatakan keberatan atas persoalan DPKTb. "Akhirnya kami tidak mentandatangani berita acara," kata dia.

Redaktur : Nidia Zuraya
Reporter : Irfan Fitrat
  Isi Komentar Anda
Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan redaksi republika.co.id. Redaksi berhak mengubah atau menghapus kata-kata yang tidak etis, kasar, berbau fitnah dan pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan. Setiap komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengirim.

Republika.co.id berhak untuk memberi peringatan dan atau menutup akses bagi pembaca yang melanggar ketentuan ini.
avatar
Login sebagai:
Komentar