Sejumlah perwakilan parpol peserta Pemilu 2014 memeriksa dan menandatangani lembar Daftar Calon Tetap (DCT).
REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- pengamat Politik Universitas Gadjah Mada, Ari Dwipayana mengatakan, persaingan antarcalon legislatif dalam internal maupun eksternal partai pada Pemilu 2014 semakin ketat sehingga berpotensi memicu maraknya kampanye gelap.
"Persaingan semakin memanas apalagi sekarang berdasarkan suara terbanyak, sehingga instrumen kampanye gelap akan ditempuh," kata Ari di Yogyakarta, Jumat.
Menurut Ari, saat ini masyarakat kesulitan membedakan identitas antarcalon legislatif. Hal itu disebabkan, mereka tidak lagi menekankan sosialisasi visi dan misi, namun lebih memilih jalan pintas.
Jalan pintas biasa ditempuh melalui instrumen yang jarang mendapatkan pertentangan dari masyarakat sendiri, yakni dengan instrumen bantuan sosial atau politik uang. "Selain instrumen bantuan sosial atau politik uang bahkan dalam bentuk kampanye yang berbasis intimidasi," katanya.
Ia mencontohkan, bentuk intimidasi sering dilakukan antarcaleg. Caleg yang merasa memiliki wilayah, tidak akan mengizinkan caleg lain masuk di wilayahnya meskipun masih dalam partai yang sama.
"Kompetisi dengan cara-cara kekerasan bisa saja ditempuh begitu ada yang ingin bersaing di dapil yang sama," katanya.
Menurut Ari, fenomena kampanye gelap itu akan terus terjadi karena caleg belum siap menghadapi sistem pemilihan dengan suara terbanyak. Fenomena persaingan antarcaleg dalam partai yang sama telah terjadi pada Pemilu 2009, dan saat ini kemungkinan akan dapat terulang kembali.
"Dalam partai yang sama pun mereka harus bersaing ketat karena mereka dipilih secara langsung berdasarkan suara terbanyak bukan berdasarkan nomor urut," katanyaa.