Home >> >>
Mau Nyaleg? Begini Syaratnya dalam Islam (Bagian 2, habis)
Kamis , 13 Feb 2014, 09:00 WIB
Republika/ Tahta Aidilla
Parpol peserta Pemilu 2014. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Hannan Putra, Wartawan Republika

 

Pada masa Rasulullah SAW, ahl al-hall wa al- ‘aqd adalah para sahabat, yaitu mereka yang diserahi tugas-tugas yang berkaitan dengan kemaslahatan umum, yang sering diajak bermusyawarah, yang pertama masuk Islam, dan yang memiliki kecerdasan serta pandangan yang luas, baik dari kaum Ansar maupun kaum Muhajirin. 

Pada masa al-Khulafa’ ar-Rasyidun polanya tidak jauh berbeda dari masa Rasulullah SAW. Pada masa Umar bin alKhattab dibentuk tim formatur yang beranggotakan enam orang untuk memilih khalifah sesudah ia wafat. Ulama menyebut anggota formatur itu dengan ahl hall wa al- ‘aqd.

Pada masa daulat Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah, lembaga ahlal-hall wa al- ‘aqd tidak pernah lagi tercatat dalam sejarah karena sistem pemerintahan yang sebelumnya ditegakkan atas dasar musyawarah berubah menjadi kerajaan.

Di abad ke-20 pembicaraan tentang ahl al-hall wa al- ‘aqd muncul kembali ketika sistem khalifah dalam Islam dibicarakan. Tokoh yang banyak membicarakan hal ini adalah Muhammad Rasyid Rida dan Abul A‘la al-Maududi. Pembicaraan ini muncul sehubungan dengan munculnya sistem parlemen di Barat. 

Menurut Rasyid Rida, sekalipun merupakan lembaga wakil-wakil rakyat, ahl al-hall wa al-‘aqd tidak identik dengan parlemen di zaman modem yang memiliki kekuasaan legislatif dan berhak membatasi kekuasaan kepala negara melalui undang-undang, karena khalifah adalah kepala negara yang memegang kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif. 

Sementara menurut Maududi, konsep ahl al-hall wa al-‘aqd dimajukan dalam bentuk kekhalifahan kolektif. Konsep ini merupakan gabungan antara sistem kekhalifahan lama (al-Khulafa’ ar-Rasyidun) dan sistem demokrasi modern (Dewan Perwakilan Rakyat).

Istilah ahl al-hall wa al- ‘aqd pemah dimunculkan dan digunakan oleh Nahdatul Ulama (NU) pada waktu pemilihan rais ‘am tahun 1984. Di samping itu, NU berpendapat bahwa pemerintahan Soekarno merupakan penerapan dari konsep ahl al-hall wa al- ‘aqd, sehingga Soekarno disebut sebagai wallal- amr ad-daruri bi asy-syaukah (pemimpin pemerintahan darurat dengan kekuatan). 

Sejak awai berdirinya Indonesia sudah merupakan negara demokrasi yang berbentuk republik. Kekuasaan tertinggi terletak di tangan rakyat melalui wakil-wakilnya di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), hanya saja karena sistem demokrasi yang berlaku di Indonesia mengacu ke Barat maka tidak sepenuhnya identik dengan ahl al-hall wa al- ‘aqd. 

Dari segi statusnya sebagai wakil-wakil rakyat, DPR/MPR di Indonesia sama dengan ahl al- hall wa al-‘aqd, tetapi dari segi identitas personal keduanya tidak sama karena anggota DPR/MPR tidak semuanya muslim.

Ahl al-hall wa al- ‘aqd mewakili rakyat dalam melaksanakan haknya untuk memilih kepala negara. Mereka adalah wakil rakyat dalam melaksanakan hak pilihnya yang berarti pula pilihan mereka adalah pilihan rakyat. 

Redaktur : Muhammad Hafil
  Isi Komentar Anda
Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan redaksi republika.co.id. Redaksi berhak mengubah atau menghapus kata-kata yang tidak etis, kasar, berbau fitnah dan pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan. Setiap komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengirim.

Republika.co.id berhak untuk memberi peringatan dan atau menutup akses bagi pembaca yang melanggar ketentuan ini.
avatar
Login sebagai:
Komentar