REPUBLIKA.CO.ID, Partai Amanan Nasional (PAN) masih menjadi pihak yang tidak diuntungkan dalam berbagai survei yang belakangan ini muncul. Lalu bagaimana bagaimana sebenarnya kesiapan partai yang kelahirannya dibidani ormas Muhammadiyah ini dalam menyambut Pemilu 2014.
Berikut wawancara Republika Online (ROL) dengan Wakil Ketua Umum DPP PAN, Dradjad Wibowo:
Bagaimana persiapan PAN menghadapi pemilu?
Saat ini kami benar-benar fokus kepada pemilu legislatif, namun memang dengan persiapan untuk pilpres juga tentunya. Ini sudah kami persiapkan sejak jauh-jauh hari. Tepatnya, usai Kongres 2010.
Ada beberapa strategi yang telah disusun PAN. Pertama, kami dari awal selalu menjadikan momentum pilkada (pemilukada) untuk membangun kekuatan politik di tingkat lokal. Karena itu, kami tidak menargetkan asal menang untuk setiap kandidat kepala daerah yang kami usung.
Ada satu prinsip yang dipegang PAN. Yakni, para kandidat yang kami fasilitasi tidak menyumbang satu sen pun untuk partai. Bahkan, PAN melarang para kadernya memungut uang dari para kandidat, karena kami tidak ingin jadi partai rental. Jadi, di sini kami tegas sekali.
Jika kandidat yang kami usung menang, itu sudah menjadi modal bagi PAN untuk mendulang suara saat pileg nanti. Kalau pun kalah, hal tersebut setidaknya bisa menambah peluang perolehan kursi di DPR.
Jadi, sejak awal kami memang sudah mendesain strategi pilkada untuk meraih kursi di DPR nanti. Inilah maksud dari yang saya katakan ‘tidak asal menang’ tadi.
Strategi kedua, kami menggandeng tokoh-tokoh lokal yang menjadi caleg PAN. Kami sengaja menempatkan kandidat legislatif yang betul-betul dikenal di daerahnya dan memiliki massa pula. Di samping itu, PAN juga menetapkan beberapa kriteria yang mesti dimiliki para caleg, yaitu integritas, kapabilitas, dan akseptabilitas mereka di masyarakat.
Saya katakan, dari dulu PAN itu dikenal dengan identitas Muhammadiyah-nya. Nah, ini terus kami pertahankan, di samping menyelaraskannya dengan posisi PAN sebagai partai yang terbuka dan nasionalis.
Sebagai contoh, di beberapa wilayah yang menjadi basis NU, kami juga merekrut tokoh-tokoh dan kiai dari kalangan nahdliyin. Sementara, di daerah-daerah yang mayoritas penduduknya bukan beragama Islam, PAN juga mengambil caleg-caleg unggulan dari kalangan non-Muslim yang populis.
Strategi ketiga, PAN akan melakukan kampanye lewat serangan darat dan udara. Yang dimaksud dengan serangan darat adalah, setiap caleg dituntut giat terjun ke dapilnya (daerah pemilihan) sejak nama mereka masuk ke dalam daftar caleg tetap (DCT). Malah kami minta caleg-caleg itu door to door. Untuk itu, PAN akan memonitor seberapa sering caleg kami turun ke daerah masing-masing.
Sementara, serangan udara adalah pengenalan caleg melalui iklan dan kampanye yang waktunya nanti ditentukan oleh KPU. Kedua serangan ini menurut saya sama-sama dibutuhkan.
Strategi keempat adalah kami melakukan pendekatan ilmiah. Mulai dari survei internal, hingga dilanjutkan dengan kajian langkah-langkah solusi yang sifatnya scientific.
Konkretnya begini, survei yang banyak beredar belakangan ini umumnya hanya menekankan kepada survei nasional. Menurut saya, survei seperti itu belum mampu menangkap dinamika yang terjadi di tingkat dapil. Itu kelemahannya.
Di sini saya akan gambarkan, mengapa itu bisa terjadi. Survei yang dilakukan oleh beberapa lembaga kebanykan hanya mengambil sekitar 3.000-an sample. Jika dibagi dengan jumlah dapil yang mencapai 77, itu hasilnya 38 sample. Sementara, sebagian dari dapil itu ada yang terdiri dari tiga hingga sepuluh kabupaten.
Pertanyaannya, mampukah 38 sample tadi merepresentasikan dapil yang mempunyai sepuluh kabupaten? Tiga atau empat orang mau mewakili apa? Jadi, walaupun secara sampling method survei itu bisa dipertanggungjawabkan, tapi potret yang bisa ditangkap itu sangat terbatas.
Makanya, kami tidak terlalu khawatir dengan survei nasional yang mengatakan perolehan suara PAN hanya sekian persen. Beberapa kali pemilu, kami membuktikan mereka salah. Contohnya pada 2009. Saat itu survei menyebutkan PAN hanya meraih 2-3 persen. Tapi nyatanya, kami mampu memperoleh 6,5 persen.
Karena itu, PAN dari awal memang tidak mengembangkan survei nasional, melainkan survei per dapil. Hampir semua dapil sudah kami survei, bahkan lengkap dengan tiap-tiap calegnya.
Kami bisa memetakan di dapil mana saja kursi-kursi PAN yang bakalan kembali atau pun lepas pada pemilu nanti. Kami juga sudah tahu siapa saja caleg yang banyak diterima di masyarakat dan siapa yang belum. Dari situlah kami bisa mengambil langkah-langkah solusi yang diperlukan.
Target PAN sendiri bagaimana?
Kami optimistis, insya Allah minimal 46 kursi bisa dilewati. Sementara, target persentase dua digit (56 kursi) masih dalam jangkauan. Kami masih terus berusaha agar bisa mencapai target atas, yakni 77 kursi.
Apa saja bidang yang menjadi perhatian atau jualan PAN untuk pemilu nanti?
Kami memiliki beberapa agenda reformasi. Yang pertama yaitu reformasi birokrasi, baik di ranah eksekutif, legislatif, maupun yudikatif. Kami melihat, sistem birokrasi Indonesia saat ini memiliki banyak sekali peluang atau celah bagi para birokrat untuk berpikir koruptif. Nah, ini yang perlu dibenahi ke depannya.
Yang kedua adalah reformasi di bidang sumber daya alam. Selama ini, pengelolaan sumber daya alam kita tidak memberi nilai tambah yang signifikan di dalam negeri. Seperti mineral dan gas misalnya. Itu kita jual murah-murah ke luar negeri, karena produknya masih dalam bentuk mentah. Tetapi, coba kalau kita olah sendiri, tentu nilai jualnya jauh lebih tinggi, sehingga hasilnya pun bisa dinikmati oleh penduduk kita sendiri.
Selanjutnya adalah reformasi bidang agragria. Di sini yang kami maksudkan bukan bagi-bagi tanah. Tetapi, bagaimana supaya tanah yang ada di negeri ini bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh rakyat.
Saya ambil contoh Singapura saja. Negeri tetangga itu tidak lebih luas dari Kota Jakarta, tetapi bisa menjadi negara makmur. Sementara, negara kita ini beribu-ribu kali luasnya bila dibandingkan dengan mereka. Nah, tanah yang ada di Indonesia harusnya bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat. Ini juga menjadi fokus PAN ke depan.
Agenda keempat adalah pembangunan infrastruktur secara besar-besaran. Saat Bang Hatta menjadi Menko Perekonomian sekarang ini, kami sebenarnya sedang menuju ke arah itu. Tapi menurut saya pelaksanannya masih kurang massif.
Jalan kereta api dan fasilitas transportasi lainnya yang kita miliki masih sedikit sekali. Di sisi lain, kita juga masih jauh dari harapan pemenuhan kebutuhan listrik secara nasional. Begitu pula halnya dengan akses internet di Indonesia, masih banyak macetnya. Padahal, jangkauan kita itu dari Aceh hingga Papua.
Yang kelima adalah reformasi perpajakan. Ini juga masuk ke dalam agenda PAN. Di Indonesia, masalah pajak mungkin belum lagi dianggap sebagai isu penting oleh masyarakat. Namun, di negara-negara maju, masalah ini menjadi salah satu isu kampanye yang bernilai strategis.
Apakah PAN serius mengusung Hatta Rajasa menjadi capres?
Dari seluruh kader PAN yang ada saat ini, Bang Hatta memiliki figur yang relatif lengkap dan layak untuk diusung menjadi capres. Sebagai seorang eksekutif, ia mempunyai pengalaman yang luas di kabinet. Berbagai pos kementerian sudah dijajalnya sejak 2001 hingga sekarang. Di samping itu, ia juga memiliki pengalaman di legislatif, saat menjabat sebagai Ketua Fraksi Reformasi DPR pada 1999-2000.
Jadi, dalam Rakernas 2011 lalu, PAN secara resmi sudah memutuskan Hatta Rajasa menjadi capres. Namun, sampai hari ini dia belum menyatakan bersedia.
Kami juga akan melihat perkembangan situasi setelah 9 April nanti. Jika pembangunan koalisinya memungkinkan, tentu kami menginginkan Bang Hatta yang maju sebagai capres. Tapi kalau seandainya situasi riil politik ternyata menghendaki Bang Hatta untuk kandidat RI 2, PAN juga tidak akan menutup mata terhadap opsi tersebut.