REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pergerakan nilai tukar rupiah yang cenderung melemah terhadap dolar AS pada saat ini berbeda kondisinya dibandingkan saat krisis pada 1998.
Director Investment Strategy Bahana TCW Investment Management Budi Hikmat mengatakan fundamental ekonomi Indonesia pada tahun ini berbeda dibandingkan 1998 lalu.
"Krisis 1998 ditandai dengan kekeringan likuiditas. Sementara likuiditas saat ini cukup baik," ujarnya di Jakarta, Kamis (6/9).
Menurut dia, kebijakan makro ekonomi yang dikeluarkan pemerintah saat ini juga lebih bagus, salah satunya dengan menahan barang impor.
Ia menambahkan pergerakan nilai tukar rupiah saat ini juga masih dipengaruhi fenomena new normal. Fenomena itu mengacu kepada berakhirnya era suku bunga rendah di negara maju, seperti Amerika Serikat.
"Yang kemudian terjadi adalah rotasi investasi antaraset dan antarregional menuju negara maju," katanya.
Dalam rangka menahan tekanan rupiah, Budi Hikmat mengharapkan agar masyarakat juga turut berpartisipasi salah satunya dengan membeli produk dalam negeri, menahan membeli produk elektronik yang tidak perlu, dan menunda perjalanan ke luar negeri. "Anak milenial lebih banyak plesiran ke luar negeri dan pakai gadget impor. Jadi masyarakat juga harus memperbaiki konsumsinya juga," katanya.
Baca: Harga Pakan Naik karena Rupiah, Peternak Kelimpungan