Kamis 06 Sep 2018 17:24 WIB

Pelemahan Rupiah Dinilai Berbeda dengan Kondisi Krisis 1998

Kondisi likuiditas saat ini lebih baik dibandingkan saat krisis.

Red: Nur Aini
Petugas menghitung pecahan dolar Amerika Serikat dan rupiah di salah satu gerai penukaran mata uang asing di Jakarta,Ahad (2/9).
Foto: Republika/Prayogi
Petugas menghitung pecahan dolar Amerika Serikat dan rupiah di salah satu gerai penukaran mata uang asing di Jakarta,Ahad (2/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pergerakan nilai tukar rupiah yang cenderung melemah terhadap dolar AS pada saat ini berbeda kondisinya dibandingkan saat krisis pada 1998.

Director Investment Strategy Bahana TCW Investment Management Budi Hikmat  mengatakan fundamental ekonomi Indonesia pada tahun ini berbeda dibandingkan 1998 lalu.

"Krisis 1998 ditandai dengan kekeringan likuiditas. Sementara likuiditas saat ini cukup baik," ujarnya di Jakarta, Kamis (6/9).

Menurut dia, kebijakan makro ekonomi yang dikeluarkan pemerintah saat ini juga lebih bagus, salah satunya dengan menahan barang impor.

Ia menambahkan pergerakan nilai tukar rupiah saat ini juga masih dipengaruhi fenomena new normal. Fenomena itu mengacu kepada berakhirnya era suku bunga rendah di negara maju, seperti Amerika Serikat.

"Yang kemudian terjadi adalah rotasi investasi antaraset dan antarregional menuju negara maju," katanya.

Dalam rangka menahan tekanan rupiah, Budi Hikmat mengharapkan agar masyarakat juga turut berpartisipasi salah satunya dengan membeli produk dalam negeri, menahan membeli produk elektronik yang tidak perlu, dan menunda perjalanan ke luar negeri. "Anak milenial lebih banyak plesiran ke luar negeri dan pakai gadget impor. Jadi masyarakat juga harus memperbaiki konsumsinya juga," katanya.

Baca: Harga Pakan Naik karena Rupiah, Peternak Kelimpungan

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement