Kamis 06 Sep 2018 17:33 WIB

Penyandang Disabilitas Dorong DPRD Sahkan Perda Disabilitas

Hingga saat ini belum ada pengesahan dan pemberlakuan terkait Perda Disabilitas itu.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Yusuf Assidiq
Penyandang disabilitas yang tergabung dalam Forum Penguatan Hak Penyandang Disabilitas (FPHPD) melakukan aksi di Gedung DPRD Kota Yogyakarta.
Foto: Silvy Dian Setiawan.
Penyandang disabilitas yang tergabung dalam Forum Penguatan Hak Penyandang Disabilitas (FPHPD) melakukan aksi di Gedung DPRD Kota Yogyakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Penyandang disabilitas Kota Yogyakarta dinilai masih kurang diperhatikan oleh pemerintah. Pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas seperti fasilitas khusus untuk disabilitas bahkan belum memenuhi syarat.

"Kondisi sekarang, pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas tidak memenuhi syarat. Masih banyak anak sekolah yang belum mendapatkan kesempatan sekolah. Banyak penyandang disabilitas belum mendapat akses kesehatan dengan mudah," kata Koordinator Forum Penguatan Hak Penyandang Disabilitas (FPHPD), Ani Surwati, saat menggelar aksi di Gedung DPRD Kota Yogyakarta, Kamis (6/9).

Untuk itu, para penyandang disabilitas yang tergabung dalam FPHPD terus mendorong agar terwujudnya Peraturan Daerah (Perda) tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas di Kota Yogyakarta. Sebab, saat ini belum ada payung hukum yang mengatur terkait perlindungan dan pemenuhan hak bagi penyandang disabilitas di Kota Yogyakarta.

Ani mengungkapkan, FPHPD sendiri telah berulang kali mengajukan draf akademik maupun draf raperda kepada DPRD Kota Yogyakarta, bahkan hingga tujuh kali sejak diajukan pada 2014 lalu. Hal tersebut dilakukan agar segera disahkan dan diberlakukannya secara efektif Perda Disabilitas di Kota Yogyakarta.

Namun, hingga saat ini belum ada pengesahan dan pemberlakuan terkait Perda Disabilitas tersebut. Padahal, lanjutnya, Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kota Yogyakarta telah berjanji dan berkomitmen untuk memperhatikan masukan dan segera menyelesaikan pembahasan Raperda Disabilitas.

"Hal ini berbeda dengan empat kabupaten di DIY (Kabupaten Sleman, Kulonprogo, Bantul, dan Gunungkidul) yang lebih bisa cepat menyelesaikan pembahasan raperda dan mengesahkannya, karena ada pengelolaan aspirasi penyandang disabilitas dengan baik," tambahnya.

Salah satu anggota FPHPD yang juga merupakan penyandang disabilitas, Nuning Suryatiningsih mengungkapkan, beberapa fasilitas umum di Kota Yogyakarta tidak ramah bagi penyandang disabilitas. Contohnya trotoar yang tidak digunakan untuk pejalan kaki, namun banyak PKL yang berjualan di trotoar.

Hal itu semakin menyulitkan penyandang disabilitas terutama yang menggunakan kursi roda. "Pedestrian yang dibuat juga tidak sesuai dengan standar yang ada. Kebijakan-kebijakan yang sudah direkomendasikan selama empat tahun ini diapakan. Upaya kami belum membuahkan hasil, dan ternyata diabaikan," kata dia.

Tidak hanya Nuning, perwakilan dari Gerakan untuk Kesejahteraan Tuna Rungu Indonesia (Gerkatin), Fikri Mihandis juga menuturkan hal yang sama. Penyandang disabilitas masih belum diperhatikan oleh pemerintah, bahkan hak penyandang disabilitas sendiri tidak terlindungi.

"Misalnya kami orang tuli. Pendidikan luar biasa itu sangat jauh kurikulumnya dengan sekolah-sekolah pada umumnya. Kami ingin ada kesetaraan antara orang-orang disabilitas dengan orang non-disabilitas. Harapan kami tidak hanya memiliki pendidikan, tapi mendapatkan kesetaraan," kata Fikri, yang diterjemahkan oleh penerjemah untuk penyandang disabilitas.

Untuk itu, ia berharap agar pemerintah memperhatikan hak dan memberikan perlindungan kepada penyandang disabilitas melalui pengesahan Perda Disabilitas. Tentunya tidak hanya dari segi pendidikan, namun juga di sektor lainnya.

"Untuk kami yang tuli, berkomunikasi dengan masyarakat memiliki hambatan. Jadu kami berharap dari pemerintah memberi dukungan kepada kami untuk diberikan akses disabilitas baik di fasilitas umum, pendidikan, pekerjaan maupun sektor lainnya," tambah Fikri.

Wakil Ketua Majelis Pemberdayaan Masyarakat Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Ahmad Ma'ruf mengatakan, rekomendasi yang telah diajukan sesuai dengan kebutuhan bagi penyandang disabilitas Kota Yogyakarta. Namun, belum ada respons positif dari DPRD Kota Yogyakarta.

Sebab, penyandang disabilitas tidak pernah dilibatkan dalam pembahasan Perda Disabilitas oleh Pansus DPRD Kota Yogyakarta. "Padahal sepuluh persen penduduk Kota Yogyakarta itu merupakan penyandang difabel. Itu aspirasinya tersia-siakan jika harus diundur lagi pengesahannya," kata Ma'ruf.

Ia menjelaskan, pada 2017, DPRD Kota Yogyakarta sempat menyerahkan Raperda Disabilitas Kota Yogyakarta kepada Biro Hukum DIY. Namun raperda tersebut ditolak karena mengatur ulang norma-norma yang sudah diatur dalam UU No 8 Tahun 2016. Sehingga, harus dilakukan perombakan kembali terhadap raperda tersebut.

"Kami sudah memberi masukan kalau draf (raperda yang ditolak Biro Hukum DIY) itu tidak layak. Kami menyebutnya copy paste dari UU No 8 Tahun 2016," tambahnya.

Untuk itu, ia pun meminta ada komitmen dari DPRD Kota Yogyakarta untuk menyelesaikan hal tersebut. Sehingga, Perda Disabilitas dapat segera disahkan dan diberlakukan. Pihaknya pun siap mendampingi dan memberi masukan selama pembahasan Perda Disabilitas tersebut dilakukan.

"Saya berharap tahun ini tahun terakhir (pembahasan terkait Perda Disabilitas). Kita berharap hari ini ada komitmen dari legislatif atau siapapun mau untuk meneruskan ini dan mengesahkan," ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement