REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON -- Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, justru membawa keuntungan bagi para pengrajin mebel rotan di Kabupaten Cirebon. Pasalnya, sebagian besar pemasaran produk mereka selama ini diekspor ke berbagai negara.
‘’Ya ada nilai tambah dari menguatnya kurs dolar. Tapi tidak banyak,” ujar seorang pengusaha mebel rotan yang juga anggota Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI), Sumarca, di Cirebon, Kamis (6/9).
Sumarca menyebutkan, peningkatan keuntungan tersebut ada di kisaran lima hingga sepuluh persen. Meningkatnya keuntungan itu disebabkan produk mebel rotannya diekspor ke berbagai negara, terutama negara-negara di Eropa, seperti Jerman, Italia dan Prancis.
Sumarca menambahkan, meski naiknya dolar AS menyebabkan bertambahnya keuntungan, namun para pengrajin mebel rotan juga harus mengeluarkan biaya yang lebih tinggi. Pasalnya, sejumlah komponen untuk pembuatan mebel rotan masih harus diimpor, seperti tinner, melamin, cat, paku dan beberapa komponen lainnya.
Selain harus membeli berbagai komponen yang masih impor, kecilnya tambahan keuntungan yang diperoleh pengrajin mebel rotan juga dikarenakan kenaikan dolar AS saat ini tak terlalu tinggi. Hal itu berbeda dengan kenaikan nilai dolar AS pada 1997-1998 lalu yang sangat tinggi, yakni dari Rp 2.500 menjadi Rp 15 ribu.
Hal itu berbeda dengan yang dirasakan peternak. Merosotnya nilai rupiah terhadap dolar AS, menyebabkan harga pakan ternak unggas naik. Namun, kenaikan harga pakan tersebut tidak bisa langsung diimbangi dengan kenaikan harga produk ternak unggas seperti daging ayam dan telur.
''Kondisi ini memang membuat kami kelimpungan. Kami masih menunggu perkembangan, baik mengenai soal kenaikan harga pakan dan juga harga jual produk ternaknya,'' kata Bambang Setyawan, warga Banyumas yang memiliki peternakan ayam petelur di Desa Cendana Kecamatan Kutasari Kabupaten Purbalingga, Kamis (6/9).