REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman mengatakan, pihaknya meminta Mahkamah Agung (MA) memprioritaskan proses uji materi yang mengatur tentang larangan eks koruptor menjadi caleg. Permintaan ini akan disampaikan dalam bentuk surat secara resmi.
"Kami akan menyampaikan surat permohonan agar uji materi ini jadi prioritas," ungkap Arief kepada wartawan di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (6/9).
Dia melanjutkan, KPU, Bawaslu dan DKPP telah sepakat untuk menyampaikan surat itu kepada MA. Ketiganya akan menyampaikan bahwa UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 (dalam pasal 76) mengatur klausul khusus bahwa MA diberikan kewenangan untuk memproses uji materi selama 30 hari.
Arief mengungkapkan, ketiga pihak memandang uji materi terhadap aturan perundangan lainnya harus mengikuti jalur normal. "Maksudnya misalnya kalau yang disengketakan di Mahkamah Konstitusi (MK) (aturan lain di atasnya) jangan dulu diproses, waktunya tidak terukur. Tapi dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 memberi kewenangan pada MA, selama setelah perkara masuk (uji materi PKPU) harus diproses selama 30 hari, " tegasnya.
Sebelumnya, Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Harjono, mengatakan para penyelenggara pemilu akan segera mengirimkan surat ke MA dalam waktu dekat. Surat tersebut meminta MA untuk segera memutus uji materi atas peraturan yang melarang eks koruptor menjadi caleg.
Menurut Harjono, pengiriman surat itu berdasarkan kesepakatan bersama antara KPU, Bawaslu dan DKPP pada rapat tripartit yang digelar pada Rabu (5/9) malam. Rencananya, surat tersebut akan ditandatangani secara bersama oleh KPU, Bawaslu dan DKPP.
"Rencananya seperti itu, tetapi nanti dipilih mana yang terbaik. Kami akan mengirimkan surat itu secepatnya atau dalam dua hari ke depan. Tetapi ini sudah menjelang akhir pekan sehingga nanti dipastikan lagi," jelas Harjono ketika dihubungi.
Lebih lanjut, Harjono menjelaskan jika berkirim surat ke MA merupakan solusi dari hasil rapat tripartit antara ketiga pihak. Dia mengungkapkan adanya status quo (keadaan tetap sebagaimana kondisi sebelumnya) terkait polemik perbedaan pandangan antara KPU dan Bawaslu dalam menyikapi eks koruptor menjadi caleg.
Harjono menegaskan jika KPU dan Bawaslu tetap sama-sama tetap pada pendiriannya semula. Saat ini, KPU dan Bawaslu masih berbeda padangan terhadap mantan narapidana korupsi yang mendaftar sebagai bakal caleg. Bawaslu memutuskan meloloskan kembali mantan koruptor menjadi bakal caleg. Alasannya, Bawaslu menilai aturan yang dibuat KPU sebagai pedoman pendaftaran bakal caleg tidak sesuai dengan UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. Karena itu, untuk memecah kebuntuan karena tidak ada kepastian hukum, putusan MA sangat diperlukan.