REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira menuturkan, PT PLN (Persero) harus memperhatikan aspek pengawasan perbaikan dan perawatan dari pembangkit hingga listrik ke pengguna akhir.
Bhima menjelaskan, mitigasi risiko juga perlu dipercepat dengan mengandalkan tenaga back up pembangkit. "Harusnya tidak ada lagi masalah byarpet (mati hidup) karena alasan gangguan teknis," tuturnya saat dihubungi Republika, Kamis (6/9) malam.
Bhima menambahkan, apabila kejadian mati listrik, khususnya di Jawa, Madura dan Bali (JAMALI), sering terjadi, imbasnya kapasitas produksi industri manufaktur akan terganggu. Seluruh rantai pasok industri akan berpengaruh dari hulu ke hilir.
Kondisi tersebut juga menjadi preseden negatif bagi investasi baru yang akan masuk ke Indonesia. Bhima menganjurkan agar pemerintah segera audit total permasalahan listrik, termasuk dari kejadian kemarin. "Sebab, ini akan merugikan ekonomi nasional," katanya.
Sebelumnya, terjadi pemadaman di sejumlah daerah di Jawa dan Bali. Pemadaman ini akibat gangguan pada Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) 500 KV Paiton-Grati yang mengakibatkan putusnya saluran dari PLTU Paiton dan PLTU Pacitan ke sejumlah wilayah di Area Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Bali.
"Kami mohon maaf sebesar-besarnya untuk pemadaman yang terjadi, hal ini akibat adanya gangguan sistem 500 KV Pacitan-Grati, saat ini upaya penormalan terus kami lakukan, bahkan untuk wilayah Bali sebagian besar sudah mulai normal," ujar Kepala Satuan Komunikasi Korporat PLN I Made Suprateka dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Rabu (5/9).
Sebelumnya, gangguan sistem kelistrikan Jawa Bali pada PLTU Paiton yang terjadi membuat pasokan listrik di Bali berkurang. Meskipun secara umum kondisi kelistrikan di Bali sudah berangsur normal, PLN menghimbau agar warga bisa mengurangi pemakaian listrik untuk sementara sebagai upaya antisipasi beban puncak.