REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA—Untuk menghindari tersendatnya penyaluran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tahap kedua, Wakil Presiden Boediono meminta untuk dibuat jalur khusus dalam penyaluran dana tersebut.
Pemerintah juga akan merevisi Peraturan Menteri Dalam Negeri no. 13/2006 agar landasan hukum penyaluran dana BOS lebih kuat dan pemerintah daerah tidak ragu-ragu lagi seperti penyaluran tahap pertama. Hal ini disampaikan dalam rapat tentang Komite Pendidikan di kantor Wakil Presiden di Jakarta Pusat, Senin (11/4).
“Targetnya adalah, akan ada jalur khusus untuk penyaluran dana BOS dan tidak ada lagi syarat untuk menyusun (Rencana Kerja Anggaran) di sekolah,” ujar juru bicara Wakil Presiden, Yopie Hidayat seusai rapat. Agar tidak ada lagi keterlambatan, pemerintah juga menyusun sebuah mekanisme yang lebih baku untuk sekolah supaya sekolah tidak terbebani dan prosesnya lebih cepat.
Pemerintah juga akan meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk membantu menyusun mekanisme tersebut agar tidak melanggar penggunaan anggaran yang akan menyebabkan timbulnya masalah.
Ada beberapa hal yang menyebabkan terlambatnya aliran dana BOS ke sekolah-sekolah. Pertama, payung hukum yang mengatur penyaluran dana ini masih berupa Surat Edaran Bersama (SEB) yang diterbitkan oleh Menteri Pendidikan Nasional dan Menteri Dalam Negeri. Hal tersebut menyebabkan pemerintah daerah ragu pada dasar hukum ini sebagai pegangan untuk menyalurkan BOS tepat waktu.
Kedua, sumber daya manusia yang lemah. Mekanisme baru ini meminta sekolah negeri untuk mengajukan RKA sebagai syarat pemakaian dana BOS. Tidak semua sekolah mempunyai petugas dan kemampuan administratif untuk menyusun RKA ini, terutama di daerah terpencil.
Dalam rapat tersebut juga teridentifikasi bahwa DPRD terlambat menyetujui APBD yang menyebabkan penyaluran BOS terhambat. Padahal, SKB tidak menggolongkan dana BOS sebagai bagian dari APBD yang memerlukan persetujuan DPRD.