REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Spesialis Monitoring dan Evaluasi Program Pekerja Anak Organisasi Buruh Internasional (ILO) Abdul Hakim mengatakan, anak jalanan sulit mendapatkan akses ke pendidikan formal.
"Mereka sulit mengakses ke lembaga pendidikan formal karena tidak ada data, sebab sebagian berasal dari luar daerah," kata Abdul Hakim di Jakarta, Selasa (3/5).
Abdul juga mengatakan, selain ketiadaan data, usia anak jalanan terkadang tidak sesuai lagi dengan jenjang pendidikan yang pernah ditinggalkannya. Itu membuat mereka sulit untuk kembali ke sekolah.
Abdul mengatakan, dari 1.200 anak jalanan yang menjadi target ILO hanya 204 anak yang kembali ke keluarganya. Dari 204 anak tersebut 25 persen berasal dari luar DKI Jakarta sehingga ketika ingin kembali ke sekolah mereka tidak diterima karena ketiadaan data.
Sementara itu, Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial, Makmur Sunusi mengatakan, bagi anak jalanan bisa dilakukan pendekatan pembiayaan keluarga.
"Sebenarnya pendidikan formal seperti SD dan SMP bukan persoalan, tapi permasalahannya adalah mereka tidak punya akses secara keuangan," kata Makmur.
Sebelumnya Kementerian Sosial telah melakukan kesepakatan bersama enam kementerian yaitu Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Kesehatan, Kementerian Agama, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Kepolisian RI untuk meningkatkan kesejahteraan sosial anak jalanan.
Menurut Makmur, jika dilihat dalam kesepakatan tersebut tidak ada istilah lembaga pendidikan menolak anak bersekolah sebab dianggap melanggar hak anak. "Saya pikir itu tidak boleh ada mendiskriminasi akses anak terhadap pendidikan," kata Makmur.