REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Menanggapi adanya isu siswa yang merakit bom berdasarkan buku yang ada di sekolah, Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan Diah Harianti mengatakan bahwa hal itu tidak mungkin terjadi. Buku-buku resmi yang ada di sekolah merupakan buku yang sudah melalui penilaian Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan Pusat Kurikulum dan Perbukuan. "Kalau menurut saya buku itu tidak termasuk penilaian," ujarnya kepada wartawan Kamis (13/5).
Setiap buku yang masuk ke sekolah harus dinilai terlebih dahulu oleh pemerintah melalui BSNP dan PusKurbuk. Sampai saat ini ada sekitar 2.300 buku teks dan non teks yang tersebar di sekolah dan sudah dinilai secara resmi oleh pemerintah. "Dan insya Allah tidak ada buku-buku yang mengandung radikalisme," kata dia.
Meskipun demikian, pihaknya tetap melakukan pengawasan terhadap buku-buku yang ditengarai mengandung radikalisme. Dinas Pendidikan di daerah bertanggung jawab untuk melakukan pengawasan terhadap hal ini. Dias-dinas harus sensitif terhadap hal-hal seperti ini.
Mengenai buku agama yang mengandung radikalisme, Diah mengatakan bahwa ha tersebut merupakan wewenang Kementerian Agama, bukan Kementerian Pendidikan. "Buku teks agama termasuk buku pengaaan, Kemenag punya tim sendiri," tuturnya.