REPUBLIKA.CO.ID, CILACAP -- Suasana hening saat pelaksanaan ulangan kenaikkan kelas di SMP Nurul Muhtadiin di Desa Kubangkangkung Kecamatan Kawunganten, Kabupaten Cilacap, berubah menjadi gaduh. Beberapa siswa menjerit kesakitan karena beberapa bagian tubuhnya terluka. Para guru yang sedang mengawasi ujian maupun yang sedang di ruang guru, seketika menjadi panik.
Peristiwa itu terjadi Kamis (9/6) sekitar pukul 09.00, saat atap ruang kelas yang sedang digunakan untuk ujian siswa tersebut tiba-tiba runtuh. Beberapa siswa yang tidak terluka atau hanya luka ringan segera berlari keluar ruang kelas. Sedangkan yang terluka cukup parah, hanya bisa berteriak minta tolong.
Kerasnya suara yang ditimbulkan saat atap kelas itu runtuh juga menarik perhatian warga sekitar. Beberapa warga mendatangi sekolah, dan berupaya memberikan pertolongan pada warga yang luka. Setelah diamankan dari ruang kelas, beberapa siswa yang luka segera dilarikan ke Puskesmas setempat.
Kabid Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan Kabupaten Cilacap, Sarwono, menyatakan siswa yang luka akibat kejadian itu ada 22 orang. Namun, yang luka cukup parah ada enam orang sehingga harus menjalani rawat inap di Puskesmas Kawunganten. Mereka adalah Khurotul Ayuni, Kholifah, Komsatun Khoiriyah, Fatifaturrohmah, Mahasim, dan Mei Anggi Saputri. '' Mereka kebanyakan mengalami luka di bagian kepala dan punggung,'' jelasnya.
Menurutnya, ketika peristiwa itu terjadi, para siswa yang sedang mengikuti tes kenaikan kelas tersebut adalah siswa kelas VII. Jumlah siswa di kelas itu seluruhnya ada 43 orang. Sedangkan mata pelajaran yang sedang diujikan, adalah mata pelajaran IPA. ''Saat mereka sedang mengerjakan ulangan kenaikan kelas itulah atap sekolah tiba-tiba runtuh.''
Menurutnya, sebelum atap kelas VII itu runtuh, sebenarnya atap ruang kelas VIII sudah runtuh lebih dulu. Namun peritiswa yang terjadi Rabu (8/6) tersebut tidak sampai menimbulkan korban siswa, karena peristiwanya berlangsung pada petang hari saat kegiatan belajar mengajar sudah bubar.
''Saya sendiri belum tahu, kenapa pihak sekolah tidak mengantisipasi kejadian ini. Padahal sudah ada kejadian atap runtuh sehari sebelumnya. Mestinya, ruang kelas yang atapnya memang sudah rapuh tidak digunakan dulu untuk kegiatan belajar mengajar,'' jelas Sarwono.
Dia juga menyatakan, berdasarkan keterangan para guru di sekolah tersebut, bangunan ruang kelas yang runtuh sebenarnya belum lama dibangun. Yakni, pada tahun 2005 sehingga usia bangunan sebenarnya baru sekitar 6 tahun. Dana pembangunan berasal dari sumbangan orang tua siswa, dan juga swadaya masyarakat setempat.
''Namun kemungkinan karena material bangunan yang digunakan tidak berkualitas, maka usia bangunan menjadi sangat pendek. Kayu-kayu yang digunakan untuk konstruksi atap menjadi cepat lapuk,'' jelasnya.