REPUBLIKA.CO.ID, JAMBI-- Adanya dugaan pungutan di sejumlah sekolah di Kota Jambi dinilai sudah menjadi sebuah budaya yang berkembang di masyarakat. Bagi sebagian orang tua siswa bahkan sudah menjadi hal yang biasa, kata pakar pendidikan Kota Jambi, Prof Sarkawi dari Universitas Jambi (Unja), Minggu.
"Saya rasa tidak hanya di Jambi, namun di tiap daerah, apalagi dengan semakin tingginya persaingan pendidikan dengan standar nilai yang terus naik," ujarnya. Dari pengamatan mantan Dekan Fakultas Pendidikan Unja ini, saat ini sebagian orang tua yang anaknya akan masuk sekolah cenderung memaksakan anaknya belajar di sekolah yang favorit dan dianggap bagus. Padahal prestasi pendidikan anaknya tidak memadai atau tidak sesuai standar.
"Tentunya hal ini memicu orang tua memilih menggunakan cara main belakang, contohnya yakni dengan membeli bangku atau jatah di sekolah yang dianggap bagus," katanya.Keinginan orang tua agar anaknya masuk kesekolah yang favorit menjadikan peluang bagi oknum kepala sekolah atau guru untuk menyiapkan bangku cadangan untuk dijual belikan. Di mana, hukum ekonomi menjadi berlaku saat diadakannya penerimaan siswa baru.
Sarkawi menambahkan, kualitas pendidikan tidak dijamin oleh status sekolah. Meski statusnya sekolah adalah Sekolah Bertaraf Internasinal belum tentu lulusan yang dihasilkan adalah siswa yang berprestasi. Sebelumnya, DPRD Kota Jambi beberapa kali menerima rombongan orang tua siswa yang merasa terbebani akibat pungutan usai penerimaan siswa baru di beberapa SMA negeri di Kota Jambi.