Jumat 16 Sep 2011 09:33 WIB

Banyak yang Tak Sesuai Kriteria, Kemdiknas Diminta Perbaiki Data Siswa Miskin

Red: cr01
Empat siswa Sekolah Dasar berjalan bersama sepulang sekolah di Kampung Hedam, Kecamatan Heram, Kota Jayapura, Papua.
Foto: Antara/Anang Budiono
Empat siswa Sekolah Dasar berjalan bersama sepulang sekolah di Kampung Hedam, Kecamatan Heram, Kota Jayapura, Papua.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Anggota Komisi X DPR RI, Raihan Iskandar, mendesak Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) memberikan data yang jelas mengenai jumlah siswa miskin yang akurat berikut kriteria serta pemanfaatannya.

Hal ini, menurut Raihan, agar rencana Kemdiknas untuk menggelontorkan dana sebesar Rp 3,7 triliun untuk program subsidi/beasiswa siswa tidak salah sasaran.

Dalam temuan Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, ada perbedaan dari data yang disampaikan Kemdiknas dalam rapat kerja dengan DPR pada Rabu (14/9) dan yang tercantum dalam Rencana Kerja Anggaran Kemdiknas Tahun 2012.

Dalam presentasi di DPR, disebutkan bahwa jumlah siswa miskin yang mendapatkan beasiswa sebanyak 5,8 juta orang dengan anggaran sebesar Rp 3,7 triliun dalam RAPBN 2012.

Namun dari data yang tercatat dalam Rencana Kerja Anggaran Kemdiknas tahun 2012, jumlah siswa miskin jenjang SD, SMP, dan SMA yang dianggarkan dalam RAPBN 2012 tercatat sekitar 1,7 juta siswa dengan anggaran sebesar Rp 2,6 Triliun.

Legislator dari Daerah Pemilihan Aceh II ini khawatir, ketidakakuratan data dan kriteria yang tidak sesuai dengan kondisi ekonomi sekarang ini bisa menghambat sasaran yang ditargetkan oleh pemerintah, yaitu menurunkan angka putus sekolah dan meningkatkan angka melanjutkan sekolah, yang menjadi salah satu prioritas program kerja pemerintah di tahun 2012 ini.

"Pemerintah seharusnya memiliki data yang valid dan bisa dipertanggungjawabkan, berapa jumlah siswa miskin yang berhak untuk mendapatkan subsidi tersebut," ujarnya.

Apalagi, kata Raihan, kriteria siswa miskin menurut Badan Pusat Statistik (BPS) yang berhak menerima beasiswa ini pun sangat tidak sesuai dengan kondisi ekonomi sekarang. Misalnya, bahan bakar yang digunakan untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah. Padahal kini sebagian besar masyarakat menggunakan bahan bakar gas.

Harga minyak tanah pun lebih mahal daripada harga gas. Syarat rumah tidak menggunakan penerangan listrik pun mengada-ada. Padahal listrik kini menjadi kebutuhan vital bagi sebagian besar masyarakat dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. "Kriteria ini sudah tidak tepat dan akhirnya subsidi salah sasaran dan bocor," ujarnya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement