REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA - Anggota DPR Komisi X, Raihan Iskandar, mengatakan kasus kericuhan yang melibatkan pelajar SMA Negeri 6 Jakarta dan sejumlah wartawan menunjukkan betapa pemerintah belum serius mewujudkan pendidikan yang berkarakter.
"Selama ini, pemerintah sering kali menggaungkan pendidikan karakter ini. Tetapi, pemerintah justru tidak menjadikannya sebagai sasaran dan program kerja," kata Raihan dalam siaran persnya, Rabu (21/9).
Dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2012, Raihan membeberkan pemerintah sama sekali tidak menempatkan pendidikan karakter sebagai prioritas. Pemerintah sebaliknya justru lebih fokus kepada pencapaian berupa angka-angka (kuantitatif) seperti pencapaian Angka Partisipasi Kasar (APK) SD dan SMP.
Pemerintah, kata Raihan, juga lebih serius mengejar target kelulusan dalam Ujian Nasional yang justru menciptakan berbagai macam persoalan, seperti kecurangan, contek masal yang dilakukan baik oleh guru maupun siswa, dan kasus pemukulan guru terhadap siswa yang tak bisa menghapal nama-nama provinsi. "Jelas bahwa kebijakan ini justru telah menciptakan perilaku yang tidak sesuai dengan tujuan pendidikan itu sendiri," tuturnya.
Padahal, pendidikan yang berkarakter ini menjadi tujuan penyelenggaraan pendidikan sebagaimana tercantum dalam pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan nasional. Kasus kericuhan tersebut hanyalah ekses dari desain kebijakan pendidikan yang tidak sesuai dengan tujuan penyelenggaraan pendidikan tersebut.
"Tawuran antarpelajar, berbagai kasus moral yang melibatkan guru, kasus korupsi yang melibatkan sejumlah pejabat, bisa jadi hanyalah ekses dari desain kebijakan pendidikan yang tidak menempatkan pendidikan karakter tersebut sebagai prioritas," ujarnya.