REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) akan mengevaluasi mekanisme penyaluran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tahun 2011. Berdasarkan hasil survei terbaru menyatakan sebagian besar tim BOS kabupaten/kota (88,4 persen) menginginkan mekanisme pencairan dana BOS masa yang akan datang kembali kepada sistem tahun 2010.
"Alasan utama pemilihan mekanisme seperti tahun 2010 dibandingkan tahun 2011 adalah birokrasi sederhana sehingga dana lebih cepat diterima oleh sekolah," ujar Direktur Jenderal Pendidikan Dasar Kemendiknas, Suyanto, yang ditemui wartawan di ruang kerjanya Selasa (27/9). Mekanisme penyaluran BOS tahun 2010 adalah langsung dari Dinas Pendidikan Provinsi ke sekolah.
Suyanto mengungkapkan hanya sebagian kecil (7,0%) kabupaten/kota yang mengatakan mekanisme pencairan dana BOS tahun 2011 lebih baik dari tahun 2010. "Dari tujuh tim BOS Kabupaten/Kota yang menyatakan bahwa dana BOS dapat sampai di sekolah lebih cepat dibandingkan dengan mekanisme tahun 2010, hanya 4 kabupaten kinerjanya dengan pendapatnya," kata Suyanto.
Sebelumnya, mantan rektor UNY tersebut mengaku kewalahan mengatasi sejumlah kabupaten/kota yang 'nakal' dan tidak siap mengelola dana BOS. Baru-baru ini terungkap bahwa proses penyaluran dana BOS untuk triwulan III periode Juli - September 2011 di daerah-daerah jauh lebih lembat dibandingkan dengan triwulan I dan II.
“Berbagai upaya, mulai dari asistensi sampai mendatangi langsung kabupaten/kota yang disinyalir selalu terlambat menyalurkan dana BOS ke sekolah-sekolah telah dilakukan. Tetapi dana BOS ini tetap tidak bisa berjalan tepat waktu,” kata Suyanto.
Suyanto mengungkapkan, pada Triwulan 2 (April-Juni 2011) masih ada 10 kabupaten/kota yang belum menyalurkan dana BOS dari total 497 total jumlah kabupaten/kota. Sedangkan pada Triwulan 3 ini jauh lebih parah karena baru 332 kabupaten/kota saja yang sudah mencairkan BOS.
"Hal ini sangat keterlaluan karena saat ini sudah akhir periode. keterlambatan penyaluran dana BOS sangat tidak sejalan dengan semangat otonomi. Karena semangat awal diterapkannya mekanisme penyaluran seperti tahun ini adalah untuk mendukung otonomi daerah," ujar Suyanto.
Apalagi dampak keterlambatan penyaluran dana BOS ini sangat beragam. Terdapat banyak kepala sekolah yang terpaksa berhutang kepada koperasi karena kebingungan menutupi biaya operasional sekolahnya. "Belum lagi isu yang berkembang tentang adanya politik lokal, dan lain sebagainya yang disinyalir turut memicu terlambatnya penyaluran dana BOS tersebut," katanya.
Suyanto mengatakan, keterlambatan penyaluran dana BOS sangat mempengaruhi proses pendidikan khususnya di sekolah-sekolah yang bergantung pada dana tersebut untuk menutupi kebutuhan operasionalnya. Lebih dari itu, terlambatnya penyaluran dana BOS dapat mengganggu rencana pemerintah yang akan menaikkan dana BOS agar dapat menutupi 100 persen kebutuhan operasional sekolah.
“Keterlambatan penyaluran dana BOS itu menciderai konstitusi. Percuma kita mengusung semangat otonomi daerah jika penyalurannya telat. BOS itu tulang punggung pendidikan. jJika telat disalurkan berarti sama dengan menghalangi masyarakat untuk mendapatkan pendidikan yang layak,” ujarnya.