REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Wakil Ketua Komisi X DPR-RI, Raihan Iskandar, memandang pasal internasionalisasi pada draf RUU Perguruan Tinggi (PT) ini harus dikaji secara cermat, terutama yang menyangkut pembukaan perguruan tinggi asing.
"Jangan sampai keberadaan perguruan tinggi asing merugikan perguruan tinggi nasional," kata Raihan melalui pesan singkatnya.
Hal tersebut dibenarkan oleh Rektor UII, Edi Suandi Hamid, yang mengatakan internasionalisasi pendidikan dapat mengancam eksistensi pendidikan tinggi terutama perguruan tinggi swasta (PTS) di dalam negeri.
"Untuk itu, perlu ada batasan tegas tentang aturan serta peranan PTA jika nantinya diperbolehkan masuk ke Indonesia," kata Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) tersebut.
Internasionalisasi pendidikan dapat mengancam eksistensi pendidikan tinggi terutama perguruan tinggi swasta (PTS) di dalam negeri. Untuk itu, kata dia, perlu ada batasan tegas, tentang aturan serta peranan PTA jika nantinya diperbolehkan masuk ke Indonesia.
Edi mengungkapkan, jika dipandang dari kebijakan UNESCO, internasionalisasi pendidikan menurutnya sangat positif. Namun APTISI meminta agar ada pasal-pasal yang mengatur secara lebih rinci tentang internasionalisasi pendidikan tersebut. "Harus ada aturan apakah PTA dapat membuka kampus sendiri atau tetap harus terintegrasi dengan perguruan tinggi lokal," ujarnya.
Dirjen Dikti, Djoko Santoso, mengatakan sebaiknya semua pihak memahami terlebih dahulu draf pasal internasionalisasi di RUU PT tersebut. Menurut Djoko, pasal tersebut sama sekali tidak mengancam eksistensi perguruan tinggi swasta di Indonesia.
"Di pasal tersebut sudah jelas, bahwa perguruan tinggi asing yang masuk harus bekerjasama dengan perguruan tinggi di Indonesia, baik negeri maupun swasta. Yang kedua, substansinya juga harus sesuai dengan yang diterapkan di sini, dari kurikulum sampai tata pengelolaannya," ujar Djoko.
Djoko mengungkapkan, seharusnya pembahasan RUU PT sudah selesai Desember ini. Akan tetapi akhirnya pembahasan RUU tersebut molor karena masih banyak perbedaan pandangan. "Masih banyak hal-hal yang perlu diluruskan sehingga pembahasan tidak selesai seperti yang ditargetkan," katanya.