REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) bersikeras uji kompetensi yang diwajibkan pemerintah untuk mendapatkan sertifikasi guru merupakan kebijakan yang salah. Menurut Ketua Pengurus Besar PGRI, Sulistiyo, kebijakan tersebut telah melanggar peraturan perundangan. "Uji kompetensi ditolak karena tidak diwajibkan dalam PP Nomor 74 tahun 2008 pasal 12," kata Sulistiyo, Rabu (11/1).
PP tersebut menyebutkan, Guru Dalam Jabatan yang telah memiliki kualifikasi akademik S1 atau D4 dapat mengikuti pelatihan untuk memperoleh sertifikat. Sedangkan untuk ikut pelatihan di Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) cukup dengan lampiran yang merupakan pengakuan atas pengalaman profesional guru.
Saat ini PGRI sedang membuat penelitian mengenai pelanggaran PP tersebut. Dengan dasar penelitian itu PGRI akan melaporkan ke ranah hukum mengenai uji kompetensi tersebut. Selain itu PGRI juga sedang membuat penelitian mengenai tekanan yang dialami para guru akibat uji kompetensi tersebut. "Guru yang ingin ikut sertifikasi stres karena dipersulit dengan uji kompetensi. Sementara guru yang sudah senior malu karena tidak lulus," katanya
Menurut Sulistiyo, uji kompetensi yang disahkan melalui Permendiknas No 11 tahun 2011 seharusnya tidak berlaku karena sudah ada peraturan di atasnya, yakni UU No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. "UU itu menyebut pada 2015 guru yang sudah 10 tahun mengajar harus sudah mendapat sertifikasi pendidik pada 2015," katanya.
Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) menggariskan uji kompetensi untuk mendapatkan sertifikasi guru. Hal itu terkait dengan anggaran untuk gaji guru dari APBN terbilang besar, yaitu Rp 163 triliun.