REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Pengamat pendidikan pada Universitas Udayana Dr Ir Putu Rumawan Salain menilai rencana kebijakan Dirjen Dikti pada Kemendikbud yang mewajibkan mahasiswa memuat hasil penelitian pada jurnal ilmiah dapat menekan tindakan plagiat.
"Dengan informasi telah diketahui oleh publik, itu berarti mahasiswa juga diajak belajar menulis dan aktif melakukan penelitian. Masyarakat pun menjadi tahu, penelitian apa saja yang sudah dilakukan kalangan perguruan tinggi," kata Rumawan Salain yang juga Ketua Dewan Pendidikan Kota Denpasar itu, Kamis.
Hal itu, lanjut dia, berarti dunia pendidikan terbantu untuk memublikasikan hasil karyanya dan para pembimbing mahasiswa bisa mendapatkan nilai kredit dari setiap karya yang termuat.
"Namun, yang menjadi masalah, kebijakan Dirjen Dikti yang mewajibkan mahasiswa agar karyanya termuat di jurnal ilmiah dari skala lokal bagi S1, terakreditasi nasional bagi mahasiswa S2 dan internasional bagi S3, implementasinya akan cukup sulit di lapangan," ucapnya.
Ia menyampaikan, secara umum saat ini saja bagi para akademisi yang ingin memasukkan hasil penelitian pada jurnal ilmiah banyak terkendala dengan keterbatasan jurnal yang ada. "Sulit dari sisi untuk dapat masuk dalam jurnal dan biaya yang harus dikeluarkan," ujarnya.
Halaman jurnal ilmiah pun, kata dia, berdasarkan yang ada saat ini jumlah halamannya terbatas untuk menghindari kebosanan bagi pembaca dan terbitnya dalam waktu berkala, paling cepat setiap triwulan.
"Tidak setiap jurusan atau fakultas memiliki jurnal ilmiah, jika pun mereka memiliki, belum tentu juga telah terakreditasi. Artinya, jika kebijakan itu diberlakukan sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk dapat menamatkan pendidikan, secara otomatis akan membuat mahasiswa tertunda untuk bisa diwisuda," ujarnya.
Dengan kebijakan itu, kata Rumawan, seharusnya perguruan tinggi kini tidak kebakaran jenggot karena sesungguhnya wacana ini telah bergulir sejak satu dekade yang lalu.
"Kala itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sudah mengharuskan untuk membuat jurnal ilmiah bagi setiap program studi hingga tingkat universitas. Memang tidak dimungkiri dalam pelaksanannya terganjal berbagai permasalahan mulai dari pembiayaan hingga SDM yang terlibat, apalagi pada universitas-universitas swasta," ucapnya.
Rumawan menilai kebijakan Dikti ini sangat baik dan dia berharap dari pihak pemerintah bisa turut mendampingi perguruan tinggi dan dilakukan bertahap. "Harus diingat juga, biaya penerbitan dan honor bagi editor jurnal ilmiah itu tidak bisa dikatakan sedikit, jika pihak perguruan tinggi tidak bermitra dengan pihak dalam negeri dan luar negeri yang berkompeten. Selama ini penulis justru harus membayar biaya percetakannya dan bahkan editor harus rela tidak dibayar honornya," ujarnya.
Jurnal-jurnal ilmiah, kata dia, mestinya bisa hidup lagi dengan adanya rencana kebijakan Dirjen Dikti itu.