REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK - Pemerataan dan pengembangan di bidang pembangunan, masih menjadi penyebab utama lambannya kemajuan beragam aspek di Papua. Mulai dari infrastruktur, pendidikan, kesehatan, informasi, hingga sosial budaya di masyarakat.
"Sebagai 'kakak manis' (yang mencetuskan-red) Uncen (Universitas Cendrawasih-red), UI (Universitas Indonesia-red) memliki tanggung jawab untuk melakukan perubahan melalui keilmuan yang dimiliki," ujar Rektor Uncen, Festus Simbiak saat memberikan sambutan, dalam acara Launching Pusat Studi Papua (Puska), di Auditorium Juwono Sudarsono, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisip) UI, Senin (9/4).
Diresmikannya Puska tersebut, lanjut Festus, diharapkan mampu mendorong para akademisi di UI, untuk dapat melakukan transformasi keilmuan, sebagai modal kemajuan untuk pembangunan serta kesejahteraan bagi masyarakat di Papua. "Tidak perlu lagi (melakukan) konsentrasi pembangunan di Jakarta," harap Festus.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Puska, Bambang Shergi Laksmono mengakui, pembangunan di Bumi Cendrawasih memang tidak pernah mudah. Menurutnya, kesulitan tersebut dikarenakan belum ditemukannya rumusan pembangunan yang tepat. Pasalnya, permasalahan di Papua menyangkut masalah-masalah yang multidimensional. "Perlu untuk mengenal struktur (dan) latar belakang sosial masyarakatnya," terang Bambang.
Sehingga perlu peran akademik untuk membangun gagasan, serta langkah konkret dalam pembangunan. "Harus didorong dengan pendidikan, khususnya pendidikan tinggi," tambah Bambang.
Untuk itu, keberadaan Puska tidak lain adalah sebagai wadah studi untuk menciptakan sumber daya manusia (SDM) handal yang memiliki kemampuan pengelolaan daerah yang baik. Dan menjadikan Papua sebagai basis pendidikan serta kebudayaan di kawasan Timur Indonesia.
"Ini (dapat) mendorong pembangunan serta peningkatan kesejahteraan masyarakat di Papua," ujar Bambang, yang juga Guru Besar Kebijakan dan Perencanaan Sosial UI ini.