REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Mendikbud Mohammad Nuh menyatakan universitas asing boleh masuk ke Indonesia, asalkan institusi itu bukan berdiri sendiri di Indonesia, melainkan pengelolaannya berkolaborasi dengan universitas domestik.
"Dalam draft akhir RUU PT pada 4 April lalu, perguruan tinggi asing memang diperkenankan (masuk ke Indonesia), tapi ada dua persyaratan yang harus dipenuhi," katanya di sela-sela sosialisasi RUU Perguruan Tinggi (PT) di kampus Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS), Sabtu.
Didampingi Direktur PENS Ir Dadet Pramadihanto PhD dan Rektor ITS Prof Triyogi Yuwono DEA, ia menjelaskan dua persyaratan itu adalah universitas asing itu harus terakreditasi dan harus bekerja sama (berkolaborasi) dengan universitas domestik.
"Kalau universitas asing itu berdiri sendirian, maka kita bisa terjebak pada liberalisasi, karena itu boleh masuk asalkan terakreditasi dan mau bekerja sama, masak bekerja sama pengelolaan itu tidak boleh? Kerja sama justru memungkinkan transfer teknologi dan konvergensi peradaban," katanya.
Menteri yang juga mantan Rektor ITS Surabaya itu mencontohkan sikap ekstrem dari negeri jiran Malaysia yang membolehkan universitas asing secara bebas (tanpa syarat), bahkan pemerintah Malaysia menyiapkan satu kawasan khusus untuk universitas asing.
"ITB juga diajak untuk mendirikan universitas di sana (Malaysia), tapi kita mempunyai pertimbangan lain, karena itu kita tidak ke sana, bahkan kalau ada universitas asing yang masuk Indonesia akan kita beri aturan rinci melalui PP (peraturan pemerintah)," katanya.
Dalam sosialisasi RUU PT itu, Mendikbud juga memaparkan isi RUU PT yang lain, di antaranya otonomi PT, perluasan dan jaminan akses bagi mahasiswa miskin, kesetaraan pendidikan di semua provinsi, penguatan pendidikan vokasi, dan keutuhan jenjang pendidikan mulai dari PAUD hingga PT.
"Yang jelas, RUU itu harus ada, karena keberadaan UU itu penting untuk mengelola negara, termasuk sektor pendidikan di antaranya. UU PT merupakan pengaturan setelah UU BHMN dibatalkan MK. UU PT merespon tiga hal penting dari alasan MK yakni tidak boleh ada penyeragaman, pemerintah tidak boleh lepas tangan, dan tidak ada liberalisasi," katanya.
Oleh karena itu, ia menjamin UU PT bukan UU neolib (neo-liberal), karena UU PT justru mematok 20 persen kursi untuk mahasiswa tidak mampu dan anggaran riset juga dibantu negara sebesar 20 persen, bahkan kalau ada universitas yang menaikkan SPP, maka pemerintah akan menurunkan kontribusi untuk universitas itu.
Secara terpisah, Direktur PENS Ir Dadet Pramadihanto PhD mengaku keberadaan universitas asing itu bukan suatu ancaman, karena kalau universitas domestik tidak mau bekerja sama, maka universitas asing itu tidak akan bisa masuk ke Indonesia.
"Rencana kami, kalau UU PT itu disahkan, maka kita akan meningkatkan kerja sama saja dengan universitas asing, tapi bukan kerja sama mendirikan universitas di Indonesia, melainkan kerja sama dalam riset dan pertukaran dosen atau mahasiswa. Lha wong kita sendiri bisa kok mengundang orang ke sini, apalagi kita sudah lama bekerja sama dengan Jepang," katanya.
Selain itu, UU PT itu akan disikapi PENS dengan membuka S2 dan S3 terapan. "Kita selama ini sudah punya D3 dan D4 (setara S1), maka dengan UU PT akan memberi peluang kepada kami untuk membuka S2 dan S3 terapan," kata pimpinan politeknik yang sebelumnya bergabung dengan ITS (PENS ITS) itu.