REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Karakter tidak terbentuk secara otomatis, tetapi dapat dibangun secara perlahan melalui proses belajar berkelanjutan, baik secara teoritis keilmuan maupun praktik. Hal itu disampaikan Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Musliar Kasim di Denpasar, Bali, Senin (14/5).
"Pendidikan karakter memberikan solusi jangka panjang bagi kualitas generasi muda sehingga mampu menghadapi tantangan setiap bangsa pada masa depan," kata Kasim saat membuka Konferensi Internasional 'South East Asia School Principal Forum' (SEASPF) Best Practice ke-3 yang diikuti 200 kepala sekolah dari 11 negara Asia Tenggara dan satu Asia Timur di Denpasar, 14-17 Mei 2012.
Negara yang hadir dalam konfrensi internasional itu adalah Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Malaysia, Myanmar, Singapura, Filipina, Thailand, Vietnam, Timor Leste, dan Korea Selatan.
Menurutnya, siswa di Indonesia menghabiskan hampir seluruh masa muda di ruang kelas. Ia berpendapat, hal itu merupakan kesempatan emas untuk menjelaskan dan memperkuat dasar nilai-nilai karakter positif pada para siswa.
Di sekolah, pendidikan karakter dicapai melalui pendekatan komprehensif yang mencakup kualitas emosional, intelektual, dan moral, serta di lingkungan sekolah. "Dengan itu diharapkan dapat menawarkan banyak kesempatan kepada para siswa untuk belajar, berdiskusi, bertingkah laku positif, dan bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya," kata Kasim.
Dalam pelaksanaan tugas sehari-hari, kepala sekolah hadapi tekanan sangat besar untuk membuat seluruh pihak menjadi proaktif melaksanakan pendidikan karakter. Salah satu strategi efektif adalah menumbuhkan etika, tanggung jawab, dan sikap kepedulian siswa dengan mencontohkan dan mengajarkan karakter yang baik melalui nilai universal.
"Pendidikan karakter yang diajarkan dapat seiring dengan tuntutan kemampuan siswa dalam menghadapi tantangan abad 21 yang tentu saja secara nasional setiap negara memiliki nilai utamanya," katanya.
Lebih jauh Kasim mengatakan, dalam menghadapi masyarakat ASEAN 2015, pendidikan karakter menjadi dasar dan memegang peran penting dalam meuwujudkan komunitas itu mengingat komunitas tersebut dibangun di atas fondasi masyarakt untuk masyarakat (p to p) yang berada dalam satu kawasan.
Hal tersebut, masih kata Kasim, perlu dilakukan mengingat kawasan Asia Tenggara telah bergerak menuju era dengan tantangan baru lebih besar. Sehingga sekolah dituntut tidak hanya mampu mengikuti perubahan yang ada, tetapi juga memosisikan diri mengantisipasi era globalisasi dan tantangan abad 21.