REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) menilai masih perlu adanya penambahan ayat-ayat dalam Rancangan Undang-Undang Perguruan Tinggi (RUU-PT) yang saat ini tengah digodok. Dengan demikian, maka tidak ada hal yang merugikan Perguruan Tinggi Swasta.
''Harus ada penambahan ayat-ayat yang prinsip, sehingga tidak merugikan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) dan mengabaikan tanggungjawab pemerintah terhadap pembinaan dan pengembangan PTS,'' tandas Sekjen APTISI Pusat Prof Dr Suyatno melalui surat elektroniknya, Jumat (6/7).
Berdasarkan telaah ini, sambungnya yang saat ini tengah mengikuti Rapat Pleno Pengurus Pusat APTISI ke-2 di Samarinda, Kalimantan Timur, APTISI segera menyampaikan usulan tertulis kepada pemerintah melalui Menko Kesra, Mendikbud, DPR, dan instansi terkait. APTISI menilai, masih banyak pasal dalam RUU PT yang tidak layak dimasukkan sebagai pasal sebuah UU.
''Masih terdapat pasal-pasal yang harus dihapus dan direvisi karena sangat dikotomis dan tidak adil terhadap perlakukan PTN dan PTS,'' tandasnya.
Menyinggung temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mengungkapkan adanya beberapa perguruan tinggi yang terlibat korupsi uang negara mulai Rp 30 miliar hingga Rp 75 miliar di 16 PTN, APTISI menghimbau semua aggotanya tidak melakukan permainan politik anggaran dengan instansi manapun demi nama baik dan citra perguruan tinggi.
Sehubungan dengan kasus tersebut, APTISI merekomendasikan perlunya transparansi dalam anggaran bidang pendidikan dengan melibatkan pengawasan masyarakat dan LSM. ''Kepada para birokrat pendidikan diimbau untuk meningkatkan kehati-hatian dalam menjalankan program-program dengan pembiayaan APBN. Penegakan hukum harus ditingkatkan tanpa pandang bulu,'' Suyatno menambahkan.