REPUBLIKA.CO.ID, PANGKALPINANG - Pakar Pendidikan, Prof Dr Arif Rahman mengimbau agar pemerintah dan segenap pendidik untuk mengembalikan fungsi pendidikan sesuai tujuannya dalam Undang-undang yang bertujuan membentuk akhlak mulia.
"Aturannya dalam Undang-undang sudah jelas bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan potensi akhlak mulia dan karakter kepribadian selain juga keilmuan," kata Prof. Arif saat dihubungi ANTARA di Pangkalpinang melalui telepon, Ahad (23/9).
Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional jelas menyatakan bahwa Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang.
"Saat ini ada kecenderungan pendidikan lebih mengutamakan sisi kognitif alih-alih karakter siswa didik," ujarnya.
Oleh sebab itu, kata Prof. Arif, selain mengembangkan kemampuan kognitif, hendaknya siswa juga diberi kemampuan untuk mengembangkan kemampuan afektif dan psikomotorik.
"Jadi, siswa tidak hanya dilatih untuk sekedar menghafal untuk mendapatkan nilai tinggi, tapi juga mempraktikkan dan membiasakan untuk berkarakter yang baik," kata dia.
Masalahnya, kata Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk Badan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) terkait bidang Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan, UNESCO, tersebut, ujian yang dilakukan di Indonesia baru mampu mengukur kemampuan otak.
"Hingga saat ini, ujian yang mudah dilakukan di negeri kita adalah ujian yang mengukur kemampuan otak, tapi tidak berarti Indonesia hanya mengembangkan potensi otak saja," kata dia.
Meski demikian, Prof. Arif mengatakan, potensi lain seperti emosi, sosial, jasmani, intelektual, dan lain-lain tetap harus dikembangkan. Lebih lanjut, guru besar di Universitas Negeri Jakarta tersebut mengimbau agar sekolah-sekolah mulai mengembangkan pendidikan karakter yang dipadukan dengan kemampuan intelektual.
"Sekolah-sekolah seharusnya mulai kembali mengevaluasi apakah fungsi pendidikan yang mereka terapkan kini sudah sejalan dengan tujuan Undang-undang, kalau belum harus segera dibenahi agar bangsa kita menjadi lebih berkualitas," kata dia.
Sebelumnya, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mohammad Mahfud MD menyatakan pendidikan yang diterapkan di Indonesia hanya mempertajam otak individu, sehingga masih banyak terjadi pelanggaran moral dan etika.
Dia mengatakan, pendidikan di Indonesia tidak memberikan pendidikan watak dan karakter sehingga terjadi kemerosotan moral dan etika di tengah kehidupan masyarakat.
Mahfud menandaskan, cerdas dan pandai adalah dua hal yang berbeda. Kepandaian hanya menekankan pada kemampuan otak dalam berpikir menganalisis suatu hal secara rasional, sedangkan kecerdasan merupakan pertemuan antara ketajaman berpikir, watak, dan hati nurani.