REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pengamat Pendidikan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Titik Handayani mengatakan pelajaran Bahasa Inggris untuk Sekolah Dasar harus dimasukkan sebagai muatan lokal (Mulok) sehingga sekolah dapat mengaturnya.
"Penentuan pelajaran bahasa kedua untuk SD (setelah Bahasa Indonesia) bisa diserahkan ke sekolah masing-masing yang dimasukkan ke dalam muatan lokal untuk untuk menghadapi turis dan globalisasi," kata Titik Handayani saat dihubungi di Jakarta, Senin.
Menurut dia, di beberapa negara ada bahasa kedua di hampir semua sekolah, biasanya tiap sekolah menawarkan paling tidak satu bahasa asing. Sebagai contoh, di Canberra ada 14 sekolah yang menawarkan bahasa Indonesia.
"Saya dengar dari beberapa kawan di Australia, anak-anak di foundation year diberikan pelajaran bahasa ke-dua, misalnya Mandarin, Bahasa Italia, atau Bahasa Indonesia," ujar dia.
Karena itu, kata dia, diperlukan adanya otonomi sekolah yang menekankan perlunya bantuan kepada sekolah yang lemah (untuk menjamin pemerataan), memberikan kebebasan dan regulasi demi memberikan iklim persaingan yang sehat.
"Dan juga melindungi masyarakat, serta lebih mendorong sekolah untuk menjamin peningkatan mutu dan juga relevansinya dengan pengembangan ekonomi daerah," kata dia.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal FSGI Retno Retno mengatakan mengatakan mata pelajaran bahasa Inggris harus tetap ada tapi menyesuaikan materi pelajaran untuk SD dengan tingkatan usia anak.
"Siswa SD belum perlu belajar tata bahasa. Pengajaran bahasa Inggris harus menyenangkan dan menarik, seperti mengenalkan anggota tubuh dan benda-benda yang dekat anak-anak," kata dia.
Sebelumnya, Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Pendidikan, Musliar Kasim, mengatakan pelajaran Bahasa Inggris tidak wajib untuk siswa Sekolah Dasar (SD).
"Jadi bukan dihapus, karena di SD memang tidak ada pelajaran Bahasa Inggris," kata Musliar di Jakarta, Rabu.
Ia menambahkan, pelajaran Bahasa Inggris baru akan dimulai pada sekolah menengah pertama (SMP).