REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Para rektor perguruan tinggi negeri (PTN) belum menyetujui rencana Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) mengintegrasikan nilai UN sebagai paspor masuk perguruan tinggi negeri (PTN). Mereka memilih mengkaji terlebih dulu rencana Kemendiknas tersebut.
“Kita kaji terlebih dahulu. Rektor kan selama ini dapat otonomi untuk menerima mahasiswa baru,” ujar Rektor Institut Pertanian Bogor, Herry Suhardiyanto, usai konprensi pers di kantor Kementerian Pendidikan Nasional, Kamis (15/7).
Herry menjelaskan para rektor yang terhimpun dalam majelis rektor perguruan tinggi akan mendiskusikan rencana integrasi UN sebagai paspor ke PTN itu. Menurut dia, para rektor memang harus memikirkan untuk membangun kebersamaan sehingga lulusan SMA dari seluruh Indonesia bisa diterima di PTN.“ Kampus jangan terkungkung birokrasi,” tegas Herry.
Menurut Rektor Universitas Negeri Yogyakarta, Rohmad Wahab, mengajak semua kalangan tidak mengabaikan fakta penyelenggaraan UN yang ada di lapangan. Proses dan hasil UN, kata dia, harus dijadikan bahan renungan.
Rohmad mengungkapkan lima daerah dengan peminat terbanyak di Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) untuk IPA, yaitu DIY, DKI, Jateng, Jatim, dan Bali. Peminat tebanyak SNMPTN dari IPS, yaitu DIY, DKI, Jatim, Jateng, dan Sumatera. Dari hasil daerah asal yang paling banyak diterima di SNMPTN, baik IPA dan IPS wilayah DIY menempati posisi terbanyak. Padahal, kata Rohmad, di UN hasil DIY buruk. “Anda semua bisa persepsikan sendiri, bagaimana hasil UN dan SNMPTN,” tutup Rohmad.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan Nasional, Mohammad Nuh, mengatakan jika nilai UN dikawinkan dengan Saringan Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri akan efektif. Berdasarkan kurikulum, soal tiga mata pelajaran yang diujikan di UN, Matematika, bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris memiliki pondasi yang sama dengan soal SNMPTN.
Dia mengatakan perbedaan soal antara UN dan SNMPTN hanya pada tingkat kesulitan soal dan tes potensi akademik. “PTN itu pemerintah, bagian dari Kemendiknas. Kalau ada sesama Kemendiknas nggak nurut apa baik?” cetus M Nuh.