Jumat 01 Mar 2013 21:01 WIB

Perguruan Tinggi Terancam tak Miliki Payung Hukum

Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta.
Foto: Republika/Amin Madani
Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Koordinator Asosiasi Profesor Indonesia Profesor Satryo Soemantri Brodjonegoro mengaku khawatir perguruan tinggi (PT) tidak akan punya payung hukum jika permohonan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi.

"Kami khawatir perguruan tinggi nantinya tidak akan punya payung hukum jika pasal ataupun UU dibatalkan," ujar Satryo di Jakarta, Jumat.

Meskipun hal tersebut bisa disiasati dengan adanya peraturan pemerintah pengganti UU (Perpu), menurut dia, dalam penerapannya akan sulit karena tidak bersifat universal. "Adanya UU membuat kondisi menjadi maksimal agar pendidikan bisa berjalan dengan baik," tambah dia.

Sebelumnya, sebanyak enam mahasiswa yang tergabung dalam BEM Universitas Andalas mengajukan uji materi UU No. 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi (Dikti) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka menilai keberadaan UU tersebut membebani mahasiswa yang kurang mampu untuk merasakan bangku pendidikan perkuliahan.

Adapun pasal yang digugat, yakni Pasal 64 dan 65 mengenai otonomi, kemudian Pasal 73 dan 74 tentang penerimaan, Pasal 85 dan 86 tentang penerimaan dan Pasal 90 mengenai pengaturan oleh lembaga asing. "Kalau memang ada keluhan, sebaiknya diselesaikan. Pendidikan harus berjalan terus," tukas dia.

Undang-Undang No. 12/2012 memuat otonomi perguruan tinggi. Tujuan otonomi perguruan tinggi tersebut tak lain untuk menciptakan kebebasan akademik sehingga ilmuwan mengabdi kepada ilmu pengetahuan dan mencapai prestasi akademik yang seluas demi menghasilkan generasi cerdas pemimpin bangsa.

"Otonomi perguruan tinggi hanya dimungkinkan apabila bentuknya badan hukum, sama seperti yang dicita-citakan pendiri bangsa kita," jelas dia.

Di Indonesia terdapat tujuh perguruan tinggi negeri yang mempunyai otonomi penuh, yakni Universitas Indonesia, Institut Pertanian Bogor, Institut Teknologi Bandung, Universitas Gadjah Mada, Universitas Pendidikan Indonesia, Universitas Sumatera Utara, dan Universitas Airlangga.

Terdapat tiga kriteria pengelolaan perguruan inggi yang kegiatan akademik yang sepenuhnya didukung negara, otonomi setengah (akademik, personalia dan keuangan masih disokong negara), dan otonomi penuh. "Kami juga akan melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai UU ini."

Sementara itu, Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Usman Chatib Warsa memandang perlu otonomi agar perguruan tinggi bebas dari kepentingan politik, pasar, maupun kepentingan tertentu.

sumber : antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement