REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Ahli pendidikan Prof Dr HAR Tilaar, M.Sc.Ed mengatakan pengelolaan pendidikan tinggi (Dikti) dalam Undang-Undanh (UU) DIKTI berimplikasi pada tersingkirnya mahasiswa dari keluarga miskin sehingga tidak sesuai dengan jiwa UUD 1945.
Keterangan HAR Tilaar tersebut disampaikan pada Sidang Judicial Review terhadap UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (UU Dikti) yang diajukan oleh Komite Nasional Pendidikan Tinggi (KNP) kembali di gelar di Mahkamah Konstitui (MK), di Jakarta, Kamis.
Selain itu H A R Tilaar juga mengangkat fakta bahwa Indonesia masih merupakan negara berkembang dengan tingkat kemiskinan yang masih cukup tinggi. Karena itu, perlu ada kesempatan yang seluas-luasnya pada semua warga negara untuk mengembangkan bakatnya.
Terlebih, menurut dia, pendidikan tinggi merupakan investasi karena mempunyai tingkat pengembalian (rate of returns) yang cukup besar sebagai modal kultural, dan modal sosial ekonomi.
Karena itu, lanjutnya, akan sangat mengherankan apabila Indonesia sebagai negara berkembang justru enggan melakukan investasi dalam bentuk pendidikan tinggi.
Indonesia justru mempersempit akses bagi calon-calon pemimpinnya untuk dapat menikmati pendidikan yang berkualitas dengan pengaturan UU Dikti saat ini.
UU Dikti, menurut dia, memberikan otonomi tata kelola termasuk tanggung jawab pendanaan kepada institusi pendidikan tinggi yang pada akhirnya berpotensi besar pada kenaikan biaya kuliah yang harus ditanggung mahasiswa.
Ia mengatakan pendidikan tinggi sebagai investasi jangka panjang sudah selayaknya diselenggarakan dan dibiayai oleh pemerintah.
Secara tegas HAR ia juga menyatakan bahwa bagi negara berkembang seperti Indonesia, Pendidikan Tinggi Negeri wajib dibiaya oleh pemerintah sepenuhnya.
Tilaar juga memperingatkan mengenai bahaya atau dampak buruk dari otonomi pengelolaan pendidikan tinggi. Apabila Perguruan Tinggi mencari pendanaannya sendiri maka Perguruan Tinggi bebas melakukan kerja sama dengan pihak koorporasi yang mengejar profit.
"Universitas yang mencari dananya sendiri akan terikat dengan pemberi dananya," ujar Tilaar.
Ikatan antara Institusi Perguruan Tinggi dan pemberi dananya ini, menurut dia, justru akan mengancam otonomi akademis Perguruan Tinggi itu sendiri.