Rabu 24 Jul 2013 00:47 WIB

SBY: Tingkatkan Status PT Islam

Rep: Esthi Maharani/ Red: M Irwan Ariefyanto
Kampus IAIN Raden Fatah
Foto: radenfatah.ac.id
Kampus IAIN Raden Fatah

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Presiden meminta Menteri Agama (Menag) Suryadharma Ali dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhammad Nuh mempercepat proses peningkatan status Sekolah Tinggi Agama Islam (STAIN) menjadi Institut Agama Islam Negeri (IAIN). Ia juga mendorong percepatan status IAIN menjadi Universitas Islam Negeri (UIN).

“Saya persilakan kepada dua menteri yang menangani ini. Nanti kita bicarakan lebih lanjut, Pak Suryadharma Ali dan Pak Nuh, untuk proses ini ya,” katanya di Istana Negara, Selasa (23/7). Permintaan itu disampaikan Presiden SBY ketika menerima Forum Rektor Perguruan Tinggi Islam Negeri (PTIN) di Istana Negara, Jakarta, Selasa (23/7).

Ia juga menjanjikan pemerintah akan mempercepat proses perubahan status tersebut dengan cara memangkas persyaratannya. Respons tersebut diungkapkan Presiden SBY setelah mendengarkan keinginan Forum Rektor untuk menjadikan seluruh perguruan tinggi Islam di Indonesia berstatus universitas.

Rektor UIN Makasar Abdul Qadir Gassing menyampaikan keinginan forum rektor menaikkan semua status lembaga pendidikan tinggi IAIN menjadi UIN. Ia menyodorkan beberapa contoh sukses perguruan tinggi yang menjadi maju dan berkembang pesat setelah menyandang status UIN, di antaranya, UIN Malang dan UIN Makassar.

Dalam kesempatan yang sama, Presiden juga meminta perguruan tinggi Islam terus meningkatkan mutu agar mahasiswa Indonesia tidak memilih belajar di luar negeri. Menurutnya, mengejar ilmu agama bisa membuat siswa terjebak di sekolah-sekolah beraliran keras yang dapat memicu radikalisme.

“Saya pernah berkunjung ke Pakistan. Ada perguruan-perguruan di sana yang diikuti oleh anak-anak kita, termasuk pondok pesantren, banyak yang bagus, tapi ada yang keras,” kata Presiden. Presiden meneruskan, ketika Yaman bergolak beberapa tahun lalu diperoleh laporan jika ada sebagian mahasiswa Indonesia yang belajar di sekolah beraliran keras ikut dalam pertempuran.

Perilaku seperti itu, tambah Presiden, mengecewakan orang tua di Tanah Air yang berharap anak-anaknya menjadi cendekiawan Muslim atau ulama terkemuka suatu hari nanti. “Orang tuanya berharap sekolah di luar negeri menjadi cendekiawan Muslim, ilmunya bertambah. Tiba-tiba, yang dibawa ekstremitas, perilaku-perilaku seperti itu, menangislah bapak ibunya, apalagi menjadi pengebom bunuh diri,” katanya.

Presiden juga mendesak aparat kemanan dan imigrasi lebih selektif dalam memberikan visa bagi pihak-pihak yang akan belajar ke luar negeri. Menurut Presiden, sekolah yang sangat ekstrem di luar negeri berpeluang memproduksi ekstremisme baru di Indonesia.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement