REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -– Persyaratan baru mengenai Saringan Nasional Masuk Pergurun Tinggi Negeri (SNMPTN) sangat mengecewakan banyak pihak, khusunya para penyandang difabel. Syarat yang tidak memperbolehkan penyandang difabel mengikuti SNMPTN dinilai sebagai bentuk Kementrian pendidikan yang tidak terdidik.
Dalam websiteb resmi yang dikelola panitia SNMPTN 2014 dan majelis rektor perguruan tinggi negeri Indonesia. Menyatakan bila pendaftar SNMPTn tidak tuna netra, tuna rungu, tuna wicara, tuna daksa, dan tidak buta warna keseluruhan maupun sebagian. Dianggap sebagai bentuk pembodohan warga Indonesia.
“kebijakan yang cacat moral,” tegas Doni Koesoema disela diskusi di kantor lembaga bantuan hukum, Senin (10/3).
Doni melihat bila kebijakan ini membuat para penyandang difabel akan sangat tersakiti. Keinginan mereka untuk mempunyai pendidikan sesuai keinginan akan dihambat oleh kebijakan pemerintah. Melalui aturan ini juga, para difabel akan merasa dilecehkan martabat manusianya.
Seharusnya pemerintah bisa ebih respect terhadap para penyandang difabel. Pasalnya setiap penyandang difabel adalah penerus bangsa Indonesia. Mereka harus mengenyam bangku pendidikan setinggi mungkin dan mampu mengakses pendidikan sebanyak-banyaknya.
Doni menambahkan bila alasan pemerintah adalah mengurangi orang-orang yang mengambil jurusan dengan keterbatasan mereka, sebenaranya itu tidak jadi masalah. Karena mereka hanya ingin mempunyai pendidikan dan belum tentu berprofesi di jurusan tersebut. "mereka juga paasti berfikir, ga mungkin pengen jadi arsitek bila susah untuk melihat,” tandas Doni.
Doni beserta pemerhati pendidikan lain, hanya berharap agar persyaratan SNMPTn mengenai penyandang difabel segera dihapuskan. Agar setiap remaja yang ingin untuk belajar dan mengejar cita-cita mereka tidak terhambat oleh persyaratna kecil seperti ini.