REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti mengimbau pemerintah jangan membedakan penyandang disabilitas dalam Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) 2014.
"Persyaratan yang diskriminatif terhadap penyandang disabilitas, itu merupakan pengkhianatan terhadap amanat konstitusi yang salah satunya adalah mencerdaskan kehidupan bangsa," kata Retno di Gedung Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Senin.
Di laman resmi Panitia Pelaksana SNMPTN 2014 yang juga dikelola Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia, menyantumkan sejumlah persyaratan yang dinilai LBH Jakarta dan FSGI sebagai perlakuan diskriminatif terhadap para penyandang disabilitas.
Sebanyak enam dari tujuh persyaratan tercantum secara jelas melarang peminat perguruan tinggi yang menderita tuna netra, tuna rungu, tuna wicara, tuna daksa dan buta warna secara keseluruhan maupun sebagian.
Menurut Retno pencantumam tersebut memperlihatkan sikap pemerintah yang bukan hanya tidak akomodatif terhadap penyandang disabilitas namun juga melukai perasaan mereka.
"Apabila orang yang bersemangat dibatasi, maka pemerintah tidak akomodatif terhadap para penyandang disabilitas bahkan melukai mereka," katanya.
Retno, sebagai seorang tenaga pendidik, meyakini bahwa setiap anak yang memiliki semangat dan kesehatan mental tidak akan mengganggu proses pendidikan, termasuk di tingkat perguruan tinggi.
"Kami sebagai guru meyakini itu. Di sisi lain, para rektor yang tergabung dalam Majelis Rektor justru aneh, karena mereka seharusnya memiliki gelar pendidikan tinggi namun tidak memiliki sensitivitas terhadap penyandang disabilitas," ujarnya.
Ia menyebutkan diskriminasi terhadap penyandang disabilitas bukan hanya terjadi kali ini, sebelumnya pada pelaksanaan Ujian Nasional 2013, mereka tidak diakomodasi dengan prasarana yang layak.
"Pada UN tahun lalu, tidak ada soal dalam bentuk huruf braille, pengawas harus membacakan soal. Selain hambatan, itu adalah wujud nyata diskriminasi," katanya.
"Kemudian di Kurikulum 2013 yang baru ini juga sama sekali tidak dibuatkan kurikulum khusus bagi para penyandang disabilitas," ujar Retno menambahkan.
FSGI dan LBH Jakarta meminta pencabutan dicantumkannya persyaratan diskriminatif terhadap penyandang disabilitas dalam SNMPTN 2014."Syarat diskriminatif ini jelas dan terang hanya ditujukan kepada penyandang disabilitas bertentangan dengan konstitusi," kata Direktur LBH Jakarta Febi Yonesta.
Menurut Febi, selain bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang jelas menjamin bahwa pendidikan adalah hak setiap warga negara, persyaratan tersebut juga tidak mengindahkan Pasal 12 Undang-Undang No. 39 Thaun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 4 ayat (1) UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan UU No.11/2011 tentang ratifikasi hasil Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas (CRPD).