REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Tiga dari 107 Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di DI Yogyakarta diindikasikan tidak sehat. Ketiganya sudah dilaporkan ke Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dalam laporan sementara tentang PTS sehat di DIY.
Koordinator Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) Wilayah V Yogyakarta, Bambang Supriyadi mengatakan, ketiga PTS memang dianggap tidak memenuhi syarat, namun bukan karena izin atau akreditasi. Dua PTS tercatat masih belum memenuhi standar rasio dosen-mahasiswa.
"Satu PTS telah melanggar aturan kelas jauh yang memang tidak boleh digelar," katanya di kantor Kopertis DIY, Senin (17/3).
Laporan PTS tidak sehat dan PTS sehat itu menurutnya belum final. Laporan tersebut masih laporan sementara sebagai bahan masukan bagi Dirjend Dikti untuk mengumumkan kondisi PTS di Indonesia. Namun pengumuman kondisi PTS ini ditunda oleh Dirjend Dikti.
"Kami mendapat informasi jika pengumuman PT legal tak bermasalah (sehat) yang seharusnya dilakukan Senin (17/3) ini, ditunda. Penundaan dilakukan setelah melihat kondisi di mana masih banyak PT, baik PTN maupun PTS yang butuh waktu beberapa saat lagi untuk menyelesaikan masalah mereka masing-masing," ujarnya.
Karena itulah kata dia, ketiga PTS di Yogyakarta yang diindikasikan tidak sehat tersebut diberi kesempatan untuk melakukan pembaharuan dan perbaikan. Karena menurutnya Dikti Kemendikbud hanya menyampaikan, jika pengumuman akan dilaksanakan paling cepat 4 bulan dari sekarang
"Kami dan pihak Aptisi DIY terus melakukan koordinasi dan pertemuan dalam rangka memberikan dorongan sekaligus pembinaan dan sosialisasi terkait kriteria dan upaya menjadi PTS yang sehat ini. Sehingga kita berharap 107 PTS yang ada di DIY sehat semua," katanya.
Beberapa syarat PTS dikatakan sehat adalah mampu meningkatkan akses dan mutu pendidikan yang memenuhi standar kualitas, seperti akses informasi, rasio dosen mahasiswa, status, dan akreditasi.
Sementara itu Sekretaris Aptisi DIY Wegig Pratama, mengaku senang dengan adanya pengunduran pengumuman PT legal tak bermasalah. Dengan begitu masih ada waktu bagi PTS di DIY yang masih bermasalah untuk menyelesaikan persoalannya.
"Kami senang masih ada waktu berbenah. Apalagi Kopertis telah setuju untuk juga mengumumkan nama prodi sehat, selain nama PT yang bersangkutan," katanya.
Sebelumnya, Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) menolak rencana Dikti Kemendikbud yang ingin mengumumkan nama perguruan tinggi (PT) legal dan tidak bermasalah di Indonesia. Penolakan tersebut dilontarkan dengan alasan akan banyak pihak tak bersalah yang ikut dirugikan.
"Kami setuju dan sepakat PT yang bermasalah apalagi ilegal dihukum. Tapi tidak semua PT bermasalah benar-benar buruk. Karena kebanyakan masalah justru hanya dialami oleh beberapa prodi. Karenanya akan lebih bijak jika yang diumumkan prodi yang bermasalah atau ilegal, bukan hanya nama PT-nya saja," Ketua Umum Aptisi Pusat, Edy Suandi Hamid.
Menurutnya, kebijakan itu bukan dalam rangka membina PT tapi justru membinasakan PT. Dalam kebijakan tersebut, Dikti akan mengeluarkan tujuh kriteria PT yang dianggap legal dan tidak legal. PTN maupun PTS yang tidak mampu memenuhi tujuh kriteria tersebut maka otomatis akan dianggap ilegal (tidak sehat).
Ketujuh indikator tersebut ialah PT harus punya dasar hukum dari Kemenhunkam dan tidak berkonflik di yayasan maupun PT. Selain itu, PT tidak boleh melakukan kelas jauh dan tidak melakukan pemadatan perkuliahan karena dianggap tidak rasional.
PT juga harus menyampaikan pangkalan data perguruan tinggi (PDPT) setiap semester ke dikti. PT juga harus mencukupi rasio dosen dan mahasiswa. Untuk prodi eksak rasio dosen dan mahasiswa sebanyak 1 banding 25-30 mahasiswa dan prodi ilmu sosial sebanyak 35-50 mahasiswa diajar satu dosen. Yang terakhir PT harus memiliki fasilitas pendidikan yang memadai.