REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mengangkat dan melestarikan seni dan budaya nasional menjadi kewajiban anak bangsa. Tak terkecuali seni beladiri pencak silat.
Menindaklanjuti hal tersebut, belum lama ini mahasiswa Fakultas Teknik Univesitas Muhammadiyah Jakarta (FT-UMJ) Jakarta, menggelar Seminar Nasional Pencak Silat. Mengangkat tema “Dari Budaya Untuk Bangsa, Road To Unesco”, kegiatan seminar yang diselenggarakan oleh Tapak Suci Cabang Universitas Muhammadiyah Jakarta ini digelar di Aula FT-UMJ.
Hadir dalam acara tersebut, mantan Ketua Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) Prof Dr Eddy Nalapraya dan budayawan Prof Eddie Sedyawati.
Dalam siaran persnya yang diterima ROL, baru-baru ini, seminar bertujuan untuk mengangkat nilai budaya pencak silat di mata internasional. Sehingga budaya asli Indonesia tidak diambil, dicuri atau bahkan diakui oleh negara lain. Karena budaya nasional yang kita miliki menarik di mata dunia dan perlu dilestarikan khususnya di kalangan generasi muda.
Ketua Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI), Prof Dr Eddy Nalapraya dalam sambutannya mengatakan, IPSI dibentuk di Solo pada 18 Mei 1948. Silat, katanya, mengandung aspek security and prosperity, artinya pencak silat bisa menunjang ketahanan nasional. Pencak silat harus didorong oleh pemerintah, tidak cukup hanya adanya beberapa perguruan silat di Indonesia.
“Dalam pencak silat ada kaidah, yaitu jangan menyakiti hati orang lain."
Tahun 1987, silat pertama kali dipertandingkan di Sea Games. "Pelestarian pencak silat bisa dilakukan dengan cara memasukkan program pencak silat wajib di SD, SMP, SMA”, ujar Eddie M Nalapraya, seraya mengatakan, negara tetangga kita sudah dua langkah lebih cepat dalam mengembangkan silat.
Sementara itu, budayawan Prof. Eddie Sedyawati mengatakan bahwa selain menggembangkan gerak, penting juga mengembangkan literature. Penelitian mengenai pencak silat diperlukan guna memperkuat data mengenai salah satu nilai budaya kebanggaan bangsa ini.