REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Fakultas Ekonomi UI Rangga Handika mengatakan, timnya melakukan kajian awal mengenai banyaknya jumlah mata kuliah per semester di Indonesia, Selasa, (12/8).
Berdasarkan hipotesa awal, ujar Rangga, terlalu banyaknya mata kuliah yang diambil mahasiswa membuat pengetahuan mahasiswa kurang mendalam. Selain itu banyak juga mata kuliah yang mirip malah saling tumpang tindih.
Misalnya, kata Rangga, pada semester satu sebuah mata kuliah sudah diambil. Pada semester enam, mata kuliah yang mirip itu juga diambil.
Lebih baik, ujar Rangga, jumlah mata kuliah per semester dikurangi, jangan delapan mata kuliah per semester, tapi misalnya empat mata kuliah saja sehingga mahasiswa bisa fokus belajar secara mendalam. "Kuliah itu harus fokus pada kualitas, bukan kuantitas,"ujarnya.
Lebih baik, terang Rangga, mata kuliahnya sedikit namun fokus. Sehingga mahasiswa saat lulus nanti bisa memahami dan menghayati isi kuliahnya. "Selama ini mahasiswa kebanyakan mengejar nilai a atau b. Nanti begitu ujian selesai, sudah lupa isi materinya padahal tujuan pendidikan bukan seperti itu,"kata Rangga.
Kalau mahasiswa hanya mengambil empat mata kuliah per semester, terang Rangga, maka mereka akan memiliki waktu untuk membaca buku, membaca bahan kuliah, drilling soal-soal ujian, juga berorganisasi. "Saya sendiri merasakan bedanya belajar di Indonesia dan Australia, di Indonesia saya tidak ada waktu membaca buku, di Australia saya bisa banyak membaca buku untuk belajat mendalam,"terangnya.
Sejumlah universitas yang dijadikan kajian, ujar Rangga, antara lain Australian National University, University of Melbourne, Cambridge University, Oxford, London Business School. Sedangkan yang di Indonesia UI, UGM, ITB.
Penelitian ini, kata Rangga, membandingkan jumlah mata kuliah antara universitas unggulan di Indonesia dan universitas di negara maju. Nanti hasil penelitian ini akan disounding ke berbagai universitas unggulan di Indonesia, ke departemen pendidikan, juga semua stake holder di bidangnya.