REPUBLIKA.CO.ID,JAYAPURA--Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Al Fatah Jayapura, Dr Idrus Al Hamid menginginkan kampusnya menjadi laboratprium terbuka mengenai sosial, budaya dan agama di Papua.
"Kami terbuka untuk siapapun, jadi mitra dari lembaga manapun yang ingin melakukan penelitian di Papua dan Papua Barat terkait sosial, budaya dan agama," kata Idrus, Senin (8/9).
Ia mengatakan, berbagai penelitian atau pun kajian yang dilakukan oleh para peneliti baik itu dari lembaga pemerintah dan non pemerintah di Papua mengenai sosial, budaya dan agama kebanyakan hanya mendapatkan data primer bukan sekunder.
Kebanyakan dari kajian atau pun penelitian yang dilakukan itu jauh dari harapan yang ingin dicapai, dan berimbas pada kebijakan yang akan diterapkan di lapangan.
Alumni pascasarjana Universitas Gajah Mada ini menilai, kebanyakan lembaga atau kementerian-kementerian tertentu yang melakukan, kajian atau penelitian bahwa di Papua hanya melakukan pendekatan politis dan ekonomi, jarang sekali melakukan pendekatan sosial, budaya dan keagamaan.
"Fakta dan sejarah membuktikan bahwa hanya para misionaris, penginjil atau rohaniawan yang bisa menembus keterisolasian di Papua pada 1960-an. Merekalah yang bisa bersosialisasi di lapangan. Seharusnya menggunakan cara seperti ini," katanya.
Untuk itu, Kampus STAIN Al Fatah Jayapura dan Sekolah Tinggi Agama Kristen Protestan (STAKPN) di Burere, Sentani, Kabupaten Jayapura telah bersepakat dan bekerjasama menjadikan ruang publik di Papua sebagai laboratorium terbuka dalam melakukan studi riset, kajian dan penelitian terkait sosial, budaya dan keagamaan.