REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Dosen-dosen Perguruan Tinggi Swasta (PTS), Sabtu (8/11), mencurahkan isi hati (curhat) kepada Menteri Riset dan Teknologi (Menristek), Prof M Nasir.
Mereka sebagian besar mengeluhkan perlakuan diskriminatif terhadap PTS, serta sulitnya mengajukan guru besar. Curhat tersebut disampaikan pada dialog Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) di GOR Kampus Universitas Semarang. Pertemuan dihadiri lebih dari 200 pengurus aptisi se Indonesia,
Salah satunya, Ketua Aptisi Ambon, Ibrahim Oharela mengeluhkan rendahnya daya beli masyarakat sehingga SPP pun rendah. Hal ini membuat kemampuan membiayai operasional dan rektutmen dosen menjadi terbatas. Karena itu ia mengharapkan adanya bantuan Biaya Operasional Pendidikan (BOP) yang bisa diperoleh PTS.
Menanggapi keluhan tersebut, M Nasir menyatakan akan mencermati keluhan-keluhan yang disampaikan APTISI. Ia menyatakan tuduhan diskriminatif tidak sepenuhnya benar. Misalnya beasiswa studi lanjut dosen yang ternyata lebih banyak diperoleh swasta.
Sedang terkait dengan kesulitan mendapatkan Guru Besar, Menristek menyatakan perlu memperketat pemberian guru besar. Hal ini disebabkan terkait plagiatisme dalam pengajuannya.
Pada kesempatan itu Nasir juga menyatakan tekadnya agar penelitian di Kementeriannya betul betul bisa diaplikasikan di masyarakat, di samping penelitian murni. "Ini diharapkan juga bisa bekerja sama dengan korporasi atau industri yang ada," katanya.
Sementara Ketua Umum APTISI, Edy Suandi Hamid mengatakan kebijakan pengembangan pendidikan tinggi diharapkan tidak melihat dengan kacamata kuda. Selain itu, pemerintah juga tidak melakukan generalisasi bahwa kualitas PT sudah merata semua.
"Apalagi melakukan generalisasi dengan menganggap seolah PT di tanah air seperti PTN/PTS besar atau seperti PT Pulau Jawa semua," kata Edy di Semarang, Sabtu (8/11).