Rabu 21 Jan 2015 08:17 WIB

ITB Bersiap Menuju Entrepreneurial University

Rep: c64/ Red: Agung Sasongko
Rektor ITB yang baru Kadarsah Suryadi (kanan), Akhmaloka (kiri) dan Ketua Majelis Wali Amanat (MWA) ITB Betti Alisjahbana (tengah) pada pelantikan Rektot ITB yang baru di Aula Barat Kampus ITB, Jl Ganeca, Kota Bandung, Selasa (20/1).(Edi Yusuf/Republika)
Foto: Edi Yusuf/Republika
Rektor ITB yang baru Kadarsah Suryadi (kanan), Akhmaloka (kiri) dan Ketua Majelis Wali Amanat (MWA) ITB Betti Alisjahbana (tengah) pada pelantikan Rektot ITB yang baru di Aula Barat Kampus ITB, Jl Ganeca, Kota Bandung, Selasa (20/1).(Edi Yusuf/Republika)

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Institut Teknologi Bandung (ITB) siap untuk menjadi universitas wirausaha. Rektor ITB, Prof Dr Kadarsah Suryadi menilai hal itu guna memperkuat riset penelitian berbasis kebutuhan dan teknologi terapan yang dapat dimanfaatkan untuk kehidupan masyarakat.

Pasalnya, lanjut ia, banyak riset yang bisa dilanjutkan kedepannya, sehingga dapat menjadi produk komoditi yang dimanfaatkan oleh masyarakat dan memiliki nilai tambah ekonomi.

"ITB akan tetap menguatkan hasil-hasil riset yang memiliki potensi besar untuk diindustrialisasikan. Kemudian, didukung dengan kerja sama dari berbagai pihak, perusahaan besar, menengah, hingga kecil setara Usaha Kecil Menengah maupun home industri," ujarnya, Selasa (20/1).

Selain dari dunia industri dan usaha, pemerintah pun dapat mendorong hasil-hasil riset itu menuju peluang besar. Lagi pula, langkah yang diadopsi ITB untuk menuju universitas wirausaha itu merupakan langkah yang akan mendukung riset perekonomian dan perindustrian di Indonesia kedepannya.

Ia menjelaskan, salah satu langkah yang dilakukan oleh ITB saat ini, antara lain dengan menguatkan dan meningkatkan capaian yang telah diraih ITB saat ini yakni riset-riset yang dilakukan. "Riset tetap akan dikuatkan, mengingat, hal itu merupakan faktor pendukungnya."

Oleh karena itu, kerja sama yang koheren dengan industri, dunia usaha maupun pemerintah, merupakan poin utama untuk mencapai hal itu. Dikarenakan, perguruan tinggi tidak bisa menanggung sendiri dana untuk riset atau penelitian yang dibutuhkan.

"Dana hasil riset dan pengembangan tidak bisa ditanggung semuanya oleh perguruan tinggi, terutama untuk yang dikomersialkan," tambahnya.

Melihat dari peran perguruan tinggi lain di negara-negara maju, ia mengatakan, perguruan tinggi hanya menanggung dua persen saja dan selebihnya didukung oleh berbagai pihak yang terlibat. "Perguruan tinggi hanya menanggung dua persen, 65 persen dari industri dan 30 persen dari pemerintah." paparnya.

Ia menekankan, pengembangan riset harus bisa mengkolaborasikan berbagai pihak, ditambah dengan sponsor untuk mendanainya. "Lagi pula, hasil riset yang dikembanhkan itu untuk nilai tambah masyarakat juga dan tidak untuk perguruan tinggi itu sendiri."

Hingga saat ini pun, ITB telah banyak melakukan riset yang dilakukan oleh dosen, peneliti dalam sektor energi, manufaktur, ICT, bio energy maupun life scientist. "Salah satu riset yang berhasil seperti, penjernih air anyi bakteri, solar cell, serta alat yang meningkatkan kalori dalam batu bara, dan itu semua sudah banyak dilakukan sekarang ini."

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement