REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan rektor UIN Bandung Prof Nanat Fatah Natsir mengatakan sistem pengawasan terhadap perguruan tinggi swasta (PTS) dan perguruan tinggi agama swasta (PTAS) perlu dikaji kembali untuk mencegah adanya praktik jual beli ijazah.
"Perlu dikaji apakah pemberian kewenangan penuh kepada PTS dan PTAS untuk menandatangani ijazah sudah tepat atau belum. Jangan hanya memberi sanksi terhadap praktik jual beli ijazah tanpa ada upaya memperbaiki sistem," kata Nanat Fatah Natsir dihubungi di Jakarta, Ahad (25/5).
Presidium Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) itu mengatakan perlu dilakukan reformasi sistem ujian, pengawasan dan pembinaan terhadap PTS dan PTAS.
Menurut dia, Koordinator Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) dan Koordinator Perguruan Tinggi Islam Swasta (Kopertais) yang sebelumnya dibubarkan perlu diaktifkan kembali untuk membina dan mengawasi.
"Mungkin perlu ada pengkategorian PTS dan PTAS seperti dulu, misalnya disamakan, diakui dan terdaftar. Hanya PTS dan PTAS dengan status disamakan yang berhak menandatangani ijazah sendiri, yang lainnya harus disahkan Kopertis atau Kopertais," tutur mantan koordinator Kopertais Wilayah Jawa Barat dan Banten itu.
Nanat mengatakan kebebasan yang diberikan pemerintah kepada PTS dan PTAS tanpa pembinaan dan pengawasan dari Kopertis atau Kopertais mendorong adanya praktik jual beli ijazah.
Dia menduga masih banyak praktik jual beli ijazah yang belum terungkap karena lemahnya pengawasan dan pembinaan serta sistem manajemen PTS dan PTAS yang masih amburadul. "Harus segera dilakukan pembenahan yang mendasar, bukan sekadar solusi tambal sulam," ujarnya.
Nanat mengatakan, ketika menjabat sebagai rektor dan koordinator Kopertais selama dua periode, anekdot STIA sebagai "sekolah tidak ijazah ada" sudah lama terdengar di kalangan PTS dan PTAS tertentu.