REPUBLIKA.CO.ID,MATARAM -- Rektor Universitas Mataram (Unram) Nusa Tenggara Barat Sunarpi menguak fakta bahwa praktek jual beli ijazah serta ijazah palsu di perguruan tinggi sudah berlangsung sejak lama. Bahkan, di kalangan tokoh masyarakat pun pernah memakai jasa praktek tersebut.
"Beberapa tahun ke belakang, di NTB ini ada tokoh dalam setahun bisa dapat gelar tiga kali. Praktek yang sudah sering terjadi dimanfaatkan kalangan tokoh masyarakat," ujarnya kepada Republika di Mataram, Senin (25/5).
Menurutnya, mudahnya mendapatkan gelar dengan cepat tanpa bersusah payah mengikuti perkuliahan menyebabkan banyak orang tertarik dengan jasa tersebut. Namun, praktek itu merugikan dunia pendidikan.
Ia menuturkan, praktek jual beli ijazah harus segera ditindak tegas. Sebab, sudah mengkhawatirkan dunia pendidikan. "Yang ingin dikejar itu bukan gelar tapi kompetensi. Baru gelar menyusul," ungkapnya.
"Di luar negeri, gelar itu jarang dipakai atau dimunculkan. Itu baru muncul di forum-forum ilmiah," tegasnya.
Sunarpi mengatakan di Indonesia, masyarakat tidak malu memasang gelar padahal kompetensinya pun tidak ada. Oleh karena itu, praktek tersebut harus dihentikan dengan cara mengevaluasi lembaga yang mengeluarkan gelar dengan mudah.
Menurutnya, jika praktek tersebut berlanjut tidak baik bagi dunia pendidikan Indonesia. Apalagi, saat ini, Indonesia akan masuk ke dalam persaingan global di Masyarakat Ekonomi ASEAN.
"Evaluasi secara teknis, di cek perijinan yang dikeluarkan dirjen dikti mengenai penyelenggaraan pendidikan tinggi, baik yang dilaksanakan PTN atau PTS," katanya.
Ia menuturkan, harus ada standarisasi terkait gelar yang berskala nasional dan ASEAN. Sebab saat ini Indonesia memasuki era globalisasi.
"Perlu ditata ulang pendidikan tinggi yang mengedepankan kompetensi dibandingkan mengobral gelar tapi tidak kompeten," ungkapnya.