REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia kekurangan lebih dari 125 ribu insinyur untuk membangun berbagai infrastruktur hingga pelosok.
"Kita harus memenuhi kekurangan itu dalam lima tahun ke depan. Sebab jika tidak, maka orang asing yang akan mengisinya, apalagi kita sudah menerapkan Masyarakat Ekonomi ASEAN," kata Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Muhammad Dimyati, Sabtu (25/7).
Ia meminta perguruan tinggi lebih banyak lagi membuka jurusan teknologi dan meminta para mahasiswa mencintai penelitian dan mampu melahirkan inovasi yang berdaya saing.
"Saat ini, tingkat impor teknologi di Indonesia cukup tinggi, misalnya impor gawai (gadget), suatu teknologi impor yang digunakan sekitar 80 persen penduduk, sehingga bisa diartikan bahwa Indonesia masih menjadi negeri terjajah, ujarnya.
Meskipun secara kuantitas jumlah perguruan tinggi di Indonesia mencapai sekitar 4.000 unit, baik negeri maupun swasta, tetapi soal tingkat publikasi nasional maupun internasional masih rendah.
"Jumlah total publikasi dari 10 universitas terbaik di Indonesia masih kalah dengan satu universitas negeri di Malaysia. Fakta ini harus jadi pemicu bangkitnya perguruan tinggi di Indonesia," kata Dimyati.