REPUBLIKA.CO.ID, BANDARLAMPUNG -- Musik tradisional Lampung dipastikan masuk dalam kurikulum. Musik tradisional ini akan menjadi salah satu mata kuliah Musik Daerah Nusantara di kampus perguruan tinggi seni di Indonesia, yaitu Institut Seni Indonesia Yogyakarta dan Institut Seni Indonesia Surakarta. Di ISI Denpasar, mata kuliah Musik Tradisional Lampung baru dijadikan mata kuliah ekstrakurikuler.
I Wayan Sumerta Dana Arta alias Wayan Moccoh, seniman Lampung asal Bali bertekad mewujudkan musik tradisional Lampung menjadi mata kuliah di perguruan tinggi seni di Indonesia. Moccoh yang menemukan laras Gamolan Pekhing dan Cetik Lampung pada tahun 2003 ini yang menamakan pelog 6 nada, yakni 1, 2, 3, 5, 6, 7, (1) oktaf, terus berusaha menyosialisasikan musik ini, baik di daerah maupun di luar Lampung.
"Sasaran strategis adalah kalangan akademis dari anak sekolah sampai perguruan tinggi, juga guru dan dosen," ujar Moccoh.
Moccoh bersama Syafril "Rajo Cetik" Yamin, A Barden, dan Riki dari kelompok Penggiat Cetik Lampung, juga terus berupaya memasyarakatkan musik tradisional Gamolan Pekhing alias Cetik lewat TVRI, memberikan workshop untuk pelajar, guru-guru kesenian di Lampung dan FKIP Universitas Lampung (Unila). Sedangkan keluar Lampung, Moccoh akan terus memperkenalkan Gamolan Pekhing, dengan menggelar workshop ke perguruan-peguruan tinggi seni di Indonesia, antara lain STSI Bandung, ISI Yogyakarta, ISI Surakarta, dan ISI Denpasar.
Menurut Moccoh yang kini jadi pekerjaan rumahnya adalah untuk mendorong Pemerintah Provinsi Lampung segera merealisasikan bantuan alat musik tradisional Lampung Talo Balak dan Gamolan Pekhing untuk praktik mahasiswa.