REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –- Sebanyak 36 Perguruan Tinggi Swasta (PTS) telah beralih status menjadi negeri. Namun peralihan ini ternyata tidak berjalan baik dengan anggaran yang mereka dapatkan. Sejumlah PTN itu belum menerima anggaran secara penuh.
Direktur Jenderal Kelembagaan Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti), Patdono Suwignjo mengungkapkan, pendapatan yang diterima PTN-PTN itu jelas memiliki alasan kuat. Menurut dia, itu karema mereka belum mampu mengelola keuangan. “Karena itu anggaran yang mereka terima tidak full,” kata Patdono di Kemenristekdikti, Jakarta, Kamis (17/9).
Menurut Patdono, anggaran yang seharusnya diterima sebanyak Rp 100 Miliar. Namun karena kondisi demikian, dia melanjutkan, mereka hanya menerima Rp 20 Miliar per bulan untuk operasional.
Anggaran yang mereka terima, Patdono menerangkan, itu untuk penambahan sarana dan prasarana. Ia menyebut PTN-PTN itu harus bisa memenuhi gedung, laboratorium praktik, alat praktikum, hingga untuk dosen. “Itu sejatinya bantuan anggaran yang kami berikan,” jelas dia
Menurut Patdono, mereka harus fokus pada perbaikan kualitas PT-nya lebih dahulu. Dalam hal ini, lanjut dia, dosen, sarana dan prasarana, gedung hingga alat praktikum harus ditambah.
Patdono menyatakan, pemfokusan anggaran itu akan terjadi pada tahun pertama hingga kedua, bahkan tahun ketiga. Namun, jelas dia, karena masih dianggap belum bisa mengelola, mereka pun belum bisa menerima Rp 100 Miliar. Karena itu, kata dia, mereka hanya mendapatkan jumlah RP 80 Miliar mengingat biasanya masih sedikit PNS yang mahir mengelola.
Dengan adanya kondisi itu, sebanyak 4.300 dosen dan pegawai di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) baru itu pun menuntut Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti). Mereka menuntut agar statusnya bisa berubah menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS).