Sabtu 03 Oct 2015 18:14 WIB

Kampus di Bekasi Protes Disebut Abal-abal

Rep: C37/ Red: Ilham
Republika
Republika

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Pihak Kampus Sekolah Tinggi Teknologi Mikar dan Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer Mikar (STT/ STMIK MIKAR) menyatakan dengan tegas bukti-bukti bahwa kampus mereka tidak seharusnya disebut abal-abal. Hal ini terkait dengan penonaktifan kampus tersebut oleh Kemenristekdikti beberapa waktu yang lalu.

Pembina yayasan kampus, Suroyo menjelaskan, kampusnya pernah mendapatkan hibah perguruan tinggi swasta dan dana bantuan dari Pemerintah Kota dan juga Pemerintah Provinsi.

“Kalau kita kampus abal-abal, berarti kementerian memberi bantuan tidak tepat sasaran dong. Kalau yang melakukan pelanggaran kan tidak akan dapat bantuan,” kata Suroyo pada awak media di Kampus STT/STMIK Mikar Jalan Joyomartono, Sabtu (3/10).

Pada tahun 2015 ini, kata Suroyo, kampus ini sudah menjalani monitoring dan evaluasi oleh Kopertis wilayah 4 Jawa Barat. Hasilnya pun valid dan kampus ini dinyatakan sehat. “Hasil uji kopertis dihadiri oleh kabag kelembagaan kopertis itu mengatakan bahwa kita valid, dikatakan perguruan tinggi ini sehat. Tidak ada pelanggaran apa-apa,” imbuhnya.

Kampus ini, lanjut Suroyo, memiliki fasilitas yang memadai, yaitu tiga bangunan kampus dengan kapasitas masing-masing berjumlah 24 ruangan, 20 ruangan, dan 18 ruangan. Selain itu, memiliki masjid, kantin serta lapangan untuk parkir yang cukup luas.

“Dari segi fasilitas kampus kami tidak seperti kampus yang di ruko-ruko itu. Tapi ada kampus yang gedungnya ruko masih aktif,” kata dia.

Hal yang lebih penting lagi, kata Suroyo, yaitu kampusnya tidak melakukan pelanggaran yang dapat membuat pihak kementerian mencabut status aktif kampus ini.

“Kami mengelola perguruan tinggi ini tidak ada konflik, tidak ada kelas jauh, tidak melakukan kecurangan akademik seperti ijazah palsu, tidak pernah terlambat menyampaikan laporan PDPT. Kami tidak ada pelanggaran yang bisa membuat kampus kami disebut abal-abal,” ucapnya tegas.

Namun, ia mengakui jika ada satu kekurangan. Yaitu rasio dosen dan mahasiswa yang sebesar 1:67, padahal harusnya 1:45. Pihak kampus pun saat ini sedang melakukan rekruitmen untuk menambah jumlah tenaga pengajar.

Sementara itu, Ketua STMIK Maslihan menambahkan, kendati kampusnya memilik rasio dosen yang tidak mencukupi, namun rasio tersebut adalah rasio dosen tetap. Sementara tenaga pengajar yang bukan merupakan dosen tetap, kata Maslihan, sudah mencukupi.

“Rasio dosen yang dibuat kan rasio dosen tetap. Tapi kita kan bukan dosen tetap saja, dosen yang ngajar kita tidak ada masalah. Kami nggak rela karena itu disebut abal-abal. Nggak ada surat non aktif, peringatan nggak ada, teguran nggak ada. Tahunya dari media. Kita kirim surat dari tanggal 28 Juli, bukannya dapat konfirmasi malah dibilang abal-abal," keluhnya.

Untuk itu, Maslihan berharap segera ada tanggapan dari pihak Kemenristekdikti terkait surat protes yang mereka layangkan sejak 28 Juli lalu itu.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement