REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Pakar Sosiologi dari Universitas Andalas (Unand) Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar) Prof Afrizal mengatakan gerakan lingkungan di Indonesia dipengaruhi oleh alam dan manusia.
"Awalnya gerakan itu akibat degradasi yang terjadi di Indonesia sehingga alam dan masyarakat setempat menjadi poin penting," ujar dia di Padang, Selasa (17/5).
Ia menjelaskan degradasi yang membuat gerakan lingkungan itu berkembang di antaranya adanya pembukaan lahan serta hak pengelolaannya.
Setiap gerakan lingkungan oleh pihak-pihak yang peduli terhadap kondisi itu sendiri sebenarnya bertujuan untuk pelestarian alam.
Menurutnya, saat ini memang pelaku gerakan lingkungan sudah cukup berkembang, namun hal itu tidak lepas dari kemunculannya pertama kali yakni Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi).
Pelaku gerakan lingkungan hidup secara umum terus menghubungkan alam dan manusia sehingga ada dorongan terhadap gerakan masyarakat adat di Indonesia dalam melestarikan alam berkelanjutan. "Masyarakat adat itu juga perlu dalam pelestarian lingkungan. Hukum adat pun bisa saja berlaku," tambahnya.
Selain itu, ia menyampaikan pelaku gerakan lingkungan harus memiliki rangka pikiran yang menjadi acuan dalam melakukan setiap tindakannya termasuk memberi batasan-batasan bagi oknum tertentu dalam bertindak.
Kerangka pikir itu meliputi konservasi dan ruang kelola yang tujuannya harus sesuai untuk pelestarian alam dan lingkungan hidup.
Ia menilai masih ada kondisi-kondisi lingkungan yang memunculkan keprihatinan terhadap alam karena manusia tidak mengindahkan kebutuhan alam itu. "Padahal alam itu sumber kehidupan masyarakat. Harusnya gerakan lingkungan ini diterapkan tiap individu," tegasnya.
Sementara Sosiolog Internasional Prof Anton Lucas dari Flinders University, Australia menilai gerakan-gerakan masyarakat adat memang harus lebih renponsif pasca orde baru.
Hal tersebut dibutuhkan agar konflik-konflik di daerah setempat tidak semakin meluas termasuk terkait agraria. "Hukum adat juga dibenarkan berlaku agar masyarakat tidak jadi korban dan rugi. Ini pernah diberlakukan di Lebak dan Pekanbaru," katanya.