REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Setiap harinya, sekitar 80 santri di kompleks IV Pondok Pesantren Sunan Pandanaran Sleman menjalankan rutinitas peribadatan dan keseharian dengan menggunakan air. Namun tempat ini kerap mengalami berbagai permasalahan terkait ketersediaan air.
Permasalahan inilah yang membuat lima mahasiswa UGM yaitu Aji Purnomo (Geografi), Muhamad Lutfi S (MIPA), Luthfi Afgani (MIPA), Eka Fitriani (MIPA), dan Tia Nur A (Teknologi Pertanian) membuat ide kreatif untuk menerapkan sistem filtrasi re-syar’i limbah air wudhu. “Prinsip dari sistem filtrasi ini yaitu dengan mendaur ulang limbah air wudhu menjadi air siap pakai non konsumtif. Karena limbah air wudlu termasuk limbah air yang belum terkontaminasi bahan kimia, jadi cukup menggunakan sistem filtrasi sederhana,” ujar Luthfi, Senin (25/7).
Menurutnya, dengan sistem re-syar’i, hasil filtrasi limbah air wudhu dapat digunakan kembali untuk berwudhu sesuai syariat Islam. Termasuk dapat digunakan untuk mencuci atau mandi. Selain itu, mereka juga membangun beberapa tempat wudhu dengan debit air lebih tinggi yang kemudian limbah airnya akan dialirkan ke sistem filtrasi. Sehingga air bekas wudhu tidak terbuang sia-sia.
“Sistem filtrasi re-syar’i limbah air wudhu ini memang telah ditemukan dan diteliti oleh beberapa pihak sebelumnya. Namun kami ini memberikan beberapa sentuhan inovasi. Salah satunya dengan menambahkan ziolit yang dapat menyerap kotoran dan berbagai zat lain dalam air limbah untuk membantu menjernihkan air,” papar Aji.
Ia mengemukakan, sistem ini masih dapat diterapkan di daerah lain yang memang tidak memiliki unsur ziolit. Adapun material yang dapat digunakan sebagai alat filtrasi yaitu material yang mudah ditemukan dan melimpah di alam, seperti ziolit, kerikil, pasir, arang, dan batok kelapa.
Tidak hanya memasang alat filtrasi, para mahasiswa juga melakukan penyuluhan kepada warga ponpes mengenai manfaat penggunaan daur ulang air wudhu. Hal ini dilakukan untuk menumbuhkan kesadaran bagi para santri di pondok agar lebih memelihara lingkungan dengan penghematan penggunaan air.
Agar sistem ini dapat terus berlanjut, mereka pun membentuk struktur kepengurusan di ponpes sebagai penanggungjawab perawatan sistem yang telah dibuat. Hal ini ditujukan untuk menumbuhkan kemandirian bagi para santri dan pihak pondok agar terus merawat sistem filtrasi sebagai solusi mengurangi permasalahan terkait ketersediaan air.
“Jika sistem filtrasi re-syar’i limbah air wudhu dapat diterapkan secara berkelanjutan dan memberikan manfaat yang efektif dalam mengatasi masalah kekurangan air, maka sistem ini juga dapat diterapkan pada masyarakat di lokasi lain. Terutama yang memiliki permasalahan kekurangan air,” kata Aji.