REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya membuat aplikasi untuk pemetaan tingkat kemiskinan masyarakat. Aplikasi ini diciptakan karena selama ini sistem survei yang dilakukan pemerintah masih menggunakan teknik manual.
Rizky Dwi Setiyawan, mahasiswa S1 Jurusan Teknik Informatika (TI) angkatan 2012 mmebuat aplikasi ini dalam dua platform yakni berbasis android dan website. Aplikasi yang diberi nama Survey Apss ini merupakan tugas akhir kuliahnya, yang diberi judul Rancang Bangun Aplikasi Untuk Pemetaan Tingkat Kemiskinan Masyarakat Berbasis Perangkat Bergerak. Rizky akan mengikuti prosesi wisuda di kampus ITS pekan depan.
Rizky mengaku membuat aplikasi tersebut dengan lokasi penelitian di Kabupaten Madiun. Ia bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) wilayah setempat.
“Selama ini survei dilakukan secara manual, membawa kertas yang banyak, prosesnya juga lama. Solusinya teknologi mobile, surveyor tinggal datang kemudian masukkan data,” kata dia kepada wartawan di gedung Rektorat ITS, Kamis (15/9).
Menurutnya, dengan aplikasi tersebut, survei yang dilakukan akan lebih efisien dalam hal waktu dan biaya. Survei manual membutuhkan waktu berhari-hari sampai mendapatkan hasil, sedangkan dengan aplikasi ini cukup sehari akan keluar hasilnya. Dalam survei manual, setelah surveyor mendapat data dari desa setempat, kemudian data dimasukkan ke BPS, diolah lalu dikirim ke TNP2K (Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan).
Selain itu, survei manual membutuhkan ribuan lembar kertas untuk satu wilayah, aplikasi ini tidak membutuhkan kertas. “Dengan aplikasi ini bisa satu hari selesai, sekali input langsung keluar hasilnya, validasi dilakukan langsung dari aplikasinya,” kata dia.
Dalam penelitian ini, Rizky menggunakan data kemiskinan di Kabupaten Madiun tahun 2011. Parameter untuk mengukur tingkat kemiskinan dalam aplikasi ini terdapat 14 variabel, yang merupakan standar dari Bappeda. Variabel-variabel tersebut antara lain, umur, pekerjaan, luas bangunan, jenis dinding, jenis lantai, toilet dan lainnya. Jika salah satu variabel tidak diisi, maka aplikasi bakal menolak submit. Berbeda dengan survei manual yang bisa dikosongi variabelnya.
Setelah data-data tersebut dimasukkan ke aplikasi maka akan dilakukan validasi untuk meminimalisasi kesalahan. Hasilnya, masyarakat akan digolongkan menjadi tiga kategori yakni, miskin, hampir miskin, dan sangat miskin. Hasil tersebut selanjutnya bisa dikirim ke TNP2K untuk ditindaklanjuti sesuai dengan program pemerintah.
“Aplikasi ini dipastikan aman karena hanya untuk kalangan tertentu. Yang bisa mengakses hanya yang memiliki akun dari instansi yang menggunakan,” ujarnya.
Meski demikian, Rizky mendapat banyak masukan dari Bappeda Madiun terkait aplikasi tersebut. Ia ingin mengembangkan aplikasi agar program pemerintah dalam pengentasan kemiskinan lebih tepat sasaran. Nantinya, hasil dari survei melalui aplikasi ini diharapkan bisa memberikan rekomendasi program pengentasan apa yang tepat untuk diterapkan di wilayah tertentu. Selain itu, juga diharapkan ada persebaran kemiskinan menggunakan warna tertentu.