Senin 17 Oct 2016 14:51 WIB

FMIPA IPB Gelar Festival Ilmuwan Muslim 2016

Rep: Damanhuri Zuhri/ Red: Irwan Kelana
Prof Dr Thomas Djamaluddin dan Wahfiudin Sakam SE MBA  bersama dengan panitia Festival Ilmuwan Muslim 2016.
Foto: Dok FMIPA IPB
Prof Dr Thomas Djamaluddin dan Wahfiudin Sakam SE MBA bersama dengan panitia Festival Ilmuwan Muslim 2016.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR – Fakultas MIPA IPB menyelenggarakan Festival Ilmuwan Muslim 2016 dengan tema, “Saintis Qurani Menuju Indonesia Madani.” Kegiatan yang dihelat di auditorium Fakultas MIPA IPB, Bogor, Jawa Barat, Ahad (16/10/2016) itu  menghadirkan dua tokoh ilmuwan muslim, yaitu KH  Wahfiudin Sakam SE MBA dari Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah (TQN) PP Suryalaya dan Prof Dr Thomas Djamaluddin dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN).

Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Fakultas MIPA IPB Dr Ir Kiagus Dahlan sangat mendukung penyelenggaraan seminar nasional tersebut. “Perlu ditingkatkan untuk kemahasiswaan sehingga menuju peradaban madani,” katanya saat memberikan sambutan dalam rilis yang diterima Republika, Ahad (16/10/2016).

Prof  Dr  Thomas Djamaluddin menyampaikan pokok-pokok pikiran menuju titik temu kriteria penetapan awal bulan Hijriyah di Indonesia. Ia membahas bagaimana upaya menyatukan kalender Islam.

“Ada tiga  persyaratan mapannya suatu sistem kalender. Pertama,  ada otoritas yang menyatukan. Kedua,  ada kriteria yang disepakati. Dan yang ketiga,  ada batas wilayah yang disepakati,” tutur Thomas Djamaluddin di hadapan 100-an peserta seminar.

KH  Wahfiudin Sakam mengajak peserta untuk menjadi seorang pembelajar. Ia menjelaskan tiga syarat masuk neraka. “Jika syarat belum lengkap jangan dilengkapi!” ujarnya disambut gelak tawa hadirin.

Di dalam quran surat 7:179, syarat-syarat tersebut adalah punya qalbu tidak untuk berdzikir dan berpikir, punya mata tidak untuk mengobservasi dan punya telinga tidak untuk menyimak. “Dan Allah tidak suka dengan tipe manusia seperti itu,” ujar Wakil Talqin Abah Anom itu.

Ulama sufi yang kerap disapa Kyai Wahfi ini mengingatkan perlunya hidup tertuju kepada Allah SWT. Banyak orang yang ingin menyelesaikan problematika kehidupan mengandalkan kemampuan dirinya. “Kita ubah dengan paradigma Allah centric sehingga Allah selalu terlibat dengan seluruh aktivitas kehidupan,” jelasnya.

Pada akhir paparannya Kyai Wahfi mengajak peserta untuk menyelami hakikat diri yang berwujud ruh dengan memperbanyak ucapan Laa ilaaha illallaah.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement